Kebijakan

UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG
BADAN USAHA MILIK NEGARA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG
BADAN USAHA MILIK NEGARA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a.
bahwa Badan
Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi;
b.
bahwa Badan
Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian
nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
c.
bahwa
pelaksanaan peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat belum optimal;
d.
bahwa untuk
mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya
harus dilakukan secara profesional;
e.
bahwa peraturan
perundang-undangan yang mengatur Badan Usaha Milik Negara sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang semakin pesat, baik
secara nasional maupun internasional;
f.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf d,
dan huruf e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara;
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20, Pasal 23 ayat (4), dan Pasal 33 Undang-undang dasar Tahun 1945;
2.
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004;
3.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
4.
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
Dengan
Persetujuan Bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG
BADAN USAHA MILIK NEGARA
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang
dimaksud dengan:
1.
Badan Usaha
Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2.
Perusahaan
Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang bentuknya perseroan
terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikitnya
51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia
yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
3.
Perusahaan
Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero
yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero
yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang pasal modal.
4.
Perusahaan
Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya
dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk memanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus
mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
5.
Menteri adalah
menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku
pemegang saham negara pada Persero dan memiliki modal pada Perum dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan.
6.
Menteri Teknis
adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat BUMN
melakukan kegiatan usaha.
7.
Komisaris
adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Persero.
8.
Dewan Pengawas
adalah organ Perum yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Perum.
9.
Direksi adalah
organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan
tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.
10. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah
kekayaan negara yang besaral dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta
perseroan terbatas lainnya.
11. Restrukturisasi adalah upaya yang
dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah
strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki
kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
12. Privatisasi adalah penjualan sahan
Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangaka
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
13. Rapat Umum Pemegang Saham, yang
selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Persero yang memegang kekuasaan
tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan
kepada Direksi atau Komisaris.
Pasal 2
(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah
:
a.
memberikan
sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan
negara pada khususnya;
b.
mengejar keuntungan;
c.
menyelenggarakan
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d.
menjadi
perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi;
e.
turut aktif
memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi dan masyarakat.
(2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan
maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
Pasal 3
Terhadap BUMN berlaku Undang-Undang ini, anggaran
dasar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 4
(1) Modal BUMN merupakan dan berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.
(2) Penyertaan modal negara dalam rangka
pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari :
a.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
b.
Kapitalisasi
cadangan;
c.
Sumber lainnya.
(3) Setiap penyertaan modal negara dalam
rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Setiap perubahan penyertaan modal
negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun
pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atau saham Persero
atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) bagi penambahan penyertaan modal negara yang berasal
dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam rangka pendirian atau
penyertaan ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas yang sebagian sahamnya
dimiliki oleh negara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi.
(2) Direksi bertanggung jawab penuh atas
pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di
dalam maupun di luar pengadilan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota
Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan
serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalilsme, efisiensi, transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawab, serta kewajaran.
Pasal 6
(1) Pengawasan BUMN dilakukan oleh
Komisaris dan Dewan Pengawas.
(2) Komisaris dan Dewan Pengawas
bertanggung jawab penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris
dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta
kewajaran.
Pasal 7
Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas
dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak
langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah.
Pasal 8
(1)
Anggota
Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili BUMN, apabila :
a.
terjadi perkara
di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan
Pengawas yang bersangkutan; atau
b.
anggota Direksi
atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan BUMN.
(2)
Dalam anggaran
dasar ditetapkan yang berhak mewakili BUMN apabila terdapat keadaan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)
Dalam hal
anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
RUPS mengangkat 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham untuk mewakili
Persero, dan Menteri mengangkat 1 (satu) orang atau lebih untuk mewakili Perum.
Pasal
9
BUMN terdiri dari Persero dan Perum.
BAB
II
PERSERO
Bagian Pertama
Pendirian
Pasal 10
PERSERO
Bagian Pertama
Pendirian
Pasal 10
(1)
Pendirian
Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar
pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
(2)
Pelaksanaan
pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
Pasal
11
Terhadap Persero berlaku segala
ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Bagian
Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 12
Maksud dan Tujuan
Pasal 12
Maksud dan tujuan pendirian Persero
adalah:
a.
menyediakan
barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat;
b.
mengejar
keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Bagian
Ketiga
Organ
Pasal 13
Organ
Pasal 13
Organ Persero adalah RUPS, Direksi
dan Komisaris.
Bagian
Keempat
Kewenangan RUPS
Pasal 14
Kewenangan RUPS
Pasal 14
(1) Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero
dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan
perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
(2) Menteri dapat memberikan kuasa dengan baik substitusi
kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
(3) Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri untuk mengambil
keputusan dalam RUPS mengenai :
a.
perubahan
jumlah modal;
b.
perubahan
anggaran dasar;
c.
rencana
penggunaan laba;
d.
penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Persero;
e.
investasi dan
pembiayaan jangka panjang;
f.
kerjasama
Persero;
g.
pembentukan
anak perusahaan atau penyertaan;
h.
pengalihan
aktiva.
Bagian Kelima
Direksi Persero
Direksi Persero
Pasal 15
(1)
Pengangkatan
dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS.
(2)
Dalam hal
Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi
ditetapkan oleh Menteri
Pasal 16
(1)
Anggota Direksi
diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan,
pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk
memajukan dan mengembangkan Persero.
(2)
Pengangkatan
anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
(3)
Calon anggota
Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib
menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota
Direksi.
(4)
Masa jabatan
anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
(5)
Dalam hal
Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi
diangkat sebagai direktur utama.
Pasal 17
Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan
berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib
mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban,
dan pencapaian tujuan Persero
Pasal 20
Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing Persero,
Direksi dapat mengangkat seorang sekretaris perusahaan.
Pasal 21
(1)
Direksi wajib
menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis
yang memuat sasaran dan tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5
(lima) tahun.
(2)
Rancangan
rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Komisaris
disampaikan kepada RUPS untuk mendapatkan pengesahan.
Pasal 22
(1)
Direksi wajib
menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan
penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.
(2)
Direksi wajib
menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS untuk
memperoleh pengesahan.
Pasal 23
(1)
Dalam waktu 5
(lima) bulan setelah tahunan buku Persero ditutup, Direksi wajib menyampaikan
laporan tahunan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan.
(2)
Laporan tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi
dan Komisaris.
(3)
Dalam hal ada anggota
Direksi atau Komisaris tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang,
rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan
Persero diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 25
Anggota Direksi dilarang menangku jabatan rangkap sebagai
:
a.
anggota Direksi
pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain
yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
b.
jabatan
struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan
daerah; dan/atau
c.
jabatan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
26
Direksi wajib memelihara risalah
rapat dan menyelenggarakan pembukuan Persero.
Bagian
Keenam
Komisaris
Pasal 27
Komisaris
Pasal 27
(1)
Pengangkatan
dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2)
Dalam hal
Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Komisaris
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 28
(1)
Anggota
Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami
masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi
manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Persero tersebut,
serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
(2)
Komposisi
Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat
bertindak secara independen.
(3)
Masa jabatan
anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
(4)
Dalam hal
Komisaris terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota
Komisaris diangkat sebagai komisaris utama.
(5)
Pengangkatan
anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi,
kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.
Pasal 29
Anggota Komisaris sewaktu-waktu dapat diberhentikan
berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian Komisaris diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 31
Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan
kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 32
(1)
Dalam anggaran
dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan
persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2)
Berdasarkan
anggaran dasar atau keputusan RUPS,Komisaris dapat melakukan tindakan
pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Pasal 33
Anggota Komisaris dilarang menangku jabatan rangkap
sebagai :
a.
anggota Direksi
pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain
yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; atau/atau
b.
jabatan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Ketujuh
Persero Terbuka
Pasal 34
Persero Terbuka
Pasal 34
Bagi Persero Terbuka berlaku
ketentuan Undang-undang ini dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 sepanjang
tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BAB
III
PERUM
Bagian Pertama
Pendirian
Pasal 35
PERUM
Bagian Pertama
Pendirian
Pasal 35
(1)
Pendirian Perum
diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan
setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
(2)
Perum yang
didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh status badan hukum
sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
(3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pendirian, pembinaan, pengurusan dan pengawasan Perum diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan
Pasal 36
(1)
Maksud dan
tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang
sehat.
(2)
Untuk mendukung
kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dengan persetujuan Menteri, Perum dapat melakukan penyertaan modal
dalam badan usaha lain.
Bagian Ketiga
Organ
Organ
Pasal 37
Organ Perum adalah Menteri, Direktur dan Dewan Pengawas
Bagian Keempat
Kewenangan Menteri
Kewenangan Menteri
Pasal 38
(1)
Menteri
memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan
oleh Direksi.
(2)
Kebijakan
pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh Direksi
kepada Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.
(3)
Kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perum yang bersangkutan.
Pasal 39
Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat
perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum,
kecuali apabila Menteri :
a.
baik langsung
maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk
kepentingan pribadi;
b.
terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau
c.
langsung maupun
tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum.
Pasal 40
Ketentuan
mengenai tata cara pemindahtanganan, pembebanan atas aktiva tetap Perum, serta
penerima pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam bentuk
dan cara apapun, serta tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan
piutang dan persediaan barang oleh Perum diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian
Kelima
Anggaran Dasar
Pasal 41
Anggaran Dasar
Pasal 41
(1) Anggaran dasar Perum ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah tentang pendiriannya.
(2) Perubahan anggaran dasar Perum ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(3) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang
perubahan anggaran dasar Perum.
Bagian
Keenam
Penggunaan Laba
Pasal 42
Penggunaan Laba
Pasal 42
(1)
Setiap tahun
buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.
(2)
Penyisihan laba
bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal Perum
(3)
Cadangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang belum mencapai jumlah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang
tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
Pasal 43
Penggunaan laba bersih Perum termasuk penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh
Menteri.
Bagian Ketujuh
Direksi Perum
Direksi Perum
Pasal 44
Pengangkatan dan pemberhantian Direksi ditetapkan oleh
Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
(1)
yang dapat
diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu
melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau
menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit
atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara.
(2)
Selain kriteria
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) anggota Direksi diangkat berdasarkan
pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku
yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memanjakan dan mengembangkan Perum.
(3)
Pengangkatan
anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
(4)
Calon anggota
Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib
menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai
anggota Direksi.
(5)
Masa jabatan
anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
(6)
Dalam hal
Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi
diangkat sebagai direktur utama.
Pasal 46
Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan
berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 48
Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib
mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban
dan pencapaian tujuan Perum.
Pasal 49
(1)
Direksi wajib
menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis
yang memuat sasaran dan tujuan Perum yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5
(lima) tahun.
(2)
Rancangan
rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas
disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan.
Pasal 50
(1)
Direksi wajib
menyiapkan rancangan kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabatan
tahunan dari rencana jangka panjang.
(2)
Direksi wajib
menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada Menteri
untuk memperoleh pengesahan.
Pasal 51
(1)
Dalam waktu 5
(lima) bulan setelah tahun buku Perum ditutup, Direksi wajib menyampaikan
laporan tahunan kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan.
(2)
Laporan tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi
dan Dewan Pengawas.
(3)
Dalam hal ada
anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani laporan tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang,
rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan
Perum diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 53
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai
:
a.
anggota Direksi
pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain
yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
b.
jabatan
struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan
daerah; dan/atau
c.
jabatan lainnya
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pendirian Perum dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 54
Direksi wajib memelihara risalah rapat dan
menyelenggarakan pembukuan Perum.
Pasal 55
(1)
Direksi hanya
dapat mengajukan permohonan ke pengadilan negeri agar Perum dinyatakan pailit
berdasarkan persetujuan Menteri.
(2)
Dalam hal
kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perum
tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(3)
Anggota Direksi
yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut
(4)
Dalam hal
tindakan Direksi menimbulkan kerugian bagi Perum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), Menteri mewakili Perum untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap
Direksi melalui pengadilan.
Bagian Kedelapan
Dewan Pengawas
Dewan Pengawas
Pasal 56
Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 57
(1)
Yang dapat
diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan
perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi
atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
(2)
Selain kriterja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anggota Dewan Pengawas diangkat
berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah
manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perum tersebut,
serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
(3)
Komposisi Dewan
Pengawas harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat
bertindak secara independen.
(4)
Masa jabatan
anggota Dewan Pengawas ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(5)
Dalam hal Dewan
Pengawas terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang Dewan Pengawas
diangkat sebagai ketua Dewan Pengawas.
(6)
Pengangkatan
anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota
Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.
Pasal 58
Anggota Dewan Pengawas sewaktu-waktu dapat diberhentikan
berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian Dewan Pengawas diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 60
Dewan Pengawas bertugas mengawasi Direksi dalam
menjalankan kepengurusan Perum serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 61
(1)
Dalam anggaran
dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Pengawas untuk
memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2)
Berdasarkan
anggaran dasar atau Keputusan Menteri, Dewan Pengawas dapat melakukan tindakan
pengurusan Perum dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Pasal 62
Anggota Dewan
Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
a.
anggota Direksi
pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta dan jabatan lain
yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
b.
jabatan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMBUBARAN BUMN
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMBUBARAN BUMN
Pasal 63
(1)
Penggabungan
atau peleburan suatu BUMN dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada.
(2)
Suatu BUMN
dapat mengambil alih BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya.
Pasal 64
(1)
Pembubaran BUMN
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Apabila tidak
ditetapkan lain dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan langsung ke Kas Negara.
Pasal
65
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, dan pembubaran BUMN, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), kepentingan BUMN, pemegang saham/pemilik modal, pihak ketiga,
dan karyawan BUMN harus tetap mendapat perhatian.
BAB V
KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM
KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM
Pasal 66
(1)
Pemerintah
dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggaran fungsi
kemandaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
(2)
Setiap
penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan RUPS/Menteri.
BAB VI
SATUAN PENGAWASAN INTERN, KOMITE AUDIT, DAN KOMITE LAIN
SATUAN PENGAWASAN INTERN, KOMITE AUDIT, DAN KOMITE LAIN
Bagian Pertama
Satuan Pengawasan Intern.
Satuan Pengawasan Intern.
Pasal 67
(1)
Pada setiap
BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern
perusahaan.
(2)
Satuan
pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang
kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama.
Pasal 68
Atas permintaan tertulis Komisaris/Dewan Pengawas,
Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanan tugas
satuan pengawasan intern.
Pasal 69
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil
langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukanan
dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh satuan pengawasan
intern.
Bagian Kedua
Komite Audit dan Komite Lain
Komite Audit dan Komite Lain
Pasal 70
(1)
Komisaris dan
Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif
dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan
tugasnya.
(2)
Komite audit
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang
bertanggung jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas.
(3)
Selain komite
audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisaris atau Dewan Pengawas dapat
membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai komite audit dan komite lain diatur dengan Keputusan Menteri.
BAB VII
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
Pasal 71
(1)
Pemeriksaan
laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan
oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum.
(2)
Badan Pemeriksa
Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB
VIII
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan Rekstrukturisasi
Pasal 72
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan Rekstrukturisasi
Pasal 72
(1) Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk
menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan
profesional.
(2) Tujuan restukturisasi adalah untuk :
a.
meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan;
b.
memberikan
manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
c.
menghasilkan
produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen; dan
d.
memudahkan
pelaksanaan privatisasi.
(3)
Pelaksanaan
restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan asas
biaya dan manfaat yang diperoleh.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Restrukturisasi
Ruang Lingkup Restrukturisasi
Pasal 73
Restrukturisasi meliputi :
a.
restrukturisasi
sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
restrukturisasi
perusahaan/korporasi yang meliputi :
1)
peningkatan
instensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli,
baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
2)
penataan
hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan
usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsi-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan
publik.
3)
Restrukturisasi
internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, sistem dan
prosedur.
Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan Privatisasi
Maksud dan Tujuan Privatisasi
Pasal 74
(1)
Privatisasi
dilakukan dengan maksud untuk :
a.
memperluas
kepemilikan masyarakat atas Persero;
b.
meningkatkan
efisiensi dan produktivitas perusahaan;
c.
menciptakan
struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
d.
menciptakan
struktur industri yang sehat dan kompetitif;
e.
menciptakan
Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
f.
menumbuhkan
iklim usaha, ekonomi makro dan kapasitas pasar.
(2)
Privatisasi
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan
dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.
Bagian Keempat
Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat Diprivatisasi
Pasal 75
Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat Diprivatisasi
Pasal 75
(1)
Persero yang
dapat diprivatisasi harus sekung-kurangnya memenuhi kriteria :
a.
industri/sektor
usahanya kompetitif; atau
b.
industri/sektor
usaha yang unsur terknologinya cepat berubah.
(2) Sebagai aset atau kegiatan dari Persero
yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang
kegiatan usahanya harus dilakukan dalam pendirian perusahaan untuk
selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.
Pasal 77
Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah :
a.
Persero yang
bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh
dikelola oleh BUMN;
b.
Persero yang
bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
c.
Persero yang
bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk
melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
d.
Persero yang
bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Pasal 78
Privatisasi dilaksanakan dengan cara :
a.
penjualan saham
berdasarkan ketentuan pasar modal;
b.
penjualan saham
langsung kepada investor;
c.
penjualan sahan
kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Komite Privatisasi
Komite Privatisasi
Pasal 79
(1)
Untuk membahas
dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas
sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah
koordinasi.
(2)
Komite
privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian
dengan anggota, yaitu Menteri, Menteri Keuangan dan Menteri Teknis tempat
Persero melakukan kegiatan usaha.
(3)
Keanggotaan
komite privatisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 80
(1)
Komite
privatisasi bertugas untuk :
a.
merumuskan dan
menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi;
b.
menetapkan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi;
c.
membahas dan
memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam
proses Privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral
pemerintah.
(2)
Komite
privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat mengundang, meminta masukkan, dan/atau bantuan instansi pemerintah
atau pihak lain yang dipandang perlu.
(3)
Ketua komite
privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada
Presiden.
Pasal 81
Dalam melaksanakan Privatisasi, Menteri bertugas untuk :
a.
menyusun
program tahunan Privatisasi;
b.
mengajukan
program tahunan Privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh arahan;
c.
melaksanakan
Privatisasi.
Bagian
Keenam
Tata Cara Privatisasi
Pasal 82
Tata Cara Privatisasi
Pasal 82
(1) Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas
perusahaan-perusahaan dan mendasarkan pada kriteris yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah.
(2)
Terhadap
perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan,
setelah mendapat rekomendari dari Menteri Keuangan, selanjutnya
disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal
83
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara Privatisasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
84
Setiap orang dan/atau badan hukum
yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses
Privatisasi.
Bagian
Ketujuh
Kerahasiaan Informasi
Pasal 85
Kerahasiaan Informasi
Pasal 85
(1)
Pihak-pihak
yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga
kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum
terbuka.
(2)
Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Bagian Kedelapan
Hasil Privatisasi
Hasil Privatisasi
Pasal 86
(1)
Hasil
Privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor langsung ke Kas
Negara.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penyetoran hasil Privatisasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 87
(1)
Karyawan BUMN
merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan
kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(2)
Karyawan BUMN
dapat membentuk serikat kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Serikat kerja
wajib memelihara keamanan dan ketertiban dalam perusahaan, serta meningkatkan
disiplin kerja.
Pasal 88
(1)
BUMN dapat
menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha
kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 89
Anggota Komisaris, Dewan Pengawas, Direksi, Karyawan BUMN
dilarang untuk memberikan atau menawarkan atau menerima, baik langsung maupun
tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan atau seorang
pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah
dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
90
BUMN dalam batas keputusan hanya
dapat memberikan donasi untuk alam dan tujuan sosial sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
91
Selain organ BUMN, pihak lain mana
pun dilarang campur tangan dalam pengurusan BUMN.
Pasal
92
Perubahan bentuk badan hukum BUMN
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 93
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 93
(1)
Dalam waktu 2
(dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua BUMN yang
berbentuk perusahaan jawatan (Perjan), harus telah diubah bentuknya menjadi
Perum atau Persero.
(2)
Segala
ketentuan yang mengatur BUMN dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB
XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 94
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 94
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka :
1.
Indonesia
Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah beberapa kali
diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1955 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
850);
2.
Undang-undang
Nomor 19 Prp tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989);
3.
Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Repubik Indonesia tahun 1969
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha
Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904);
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 95
Undang-undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Juni 2003
Pada tanggal 19 Juni 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Juni 2003
Pada tanggal 19 Juni 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESA TAHUN 2003 NOMOR 70
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG
BADAN USAHA MILIK NEGARA
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG
BADAN USAHA MILIK NEGARA
UMUM
1.
Memajukan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang
selanjutnya lebih rinci diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
merupakan tugas konstitusional bagi seluruh komponen seluruh kekuatan ekonomi
nasional baik melalui regulasi sektoral maupun melalui kepemilikan negara
terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh sebagian besar modalnya berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam
sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam
menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran
saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.
II.
Dalam Sistem perekonomian nasional,
BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa diperlukan dalam rangka
mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin
penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum
diminati usaha swasta. Disamping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis
sebagai pelaksana pelayanan pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang dignifikan dalam bentuk
berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Pelaksanaan peran BUMN
tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor
perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan,
manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi,
listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi.
III.
Dalam kenyataannya, walaupun BUMN
telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya
korporasi, namum tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi.
Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba
yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan. Dikarenakan berbagai
kendala, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum
mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global. Selain itu, karena
keterbatasan sumber daya, fungsi BUMN baik sebagai pelopor/perintis
maupun sebagai penyeimbang kekuatan swasta besar, juga belum sepenuhnya dapat
dilaksanakan.
Di lain pihak, perkembangan ekonomi dunia berlangsung sangat dinamis terutama
berkaitan dengan liberalisasi dan globalisasi perdagangan yang telah
disepakati dunia internasional seperti kesepakatan mengenai World
Trade Organization (WTO), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework
Agreement on Service, dan kerjasama ekonomi regional Asia Pacific
(Asia Pacific Economic Coorperation/APEC).
IV.
Untuk dapat mengoptimalkan perannya
dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang
semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi ini
profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya.
Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
tatakelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan
efisiensi dan produktivitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah
restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk
menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan
yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan
kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan
keuangan. Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan,
melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa
sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai
tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan
struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu
bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta
pengembangan pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan
berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi
berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap
menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang
diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.
Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem
perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai (value)
perusahaan, telah diamanatkan pula oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
melalui Ketetapan Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004. Tap MPR tersebut menggariskan bahwa BUMN, terutama yang
usahanya berkaitan dengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan
melalui restrukturisasi dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan
kepentingan umum dan berada dalam sektor yang telah kompetitif didorong untuk
privatisasi.
V.
Penataan sistem pengelolaan dan
pengawasan BUMN telah dilakukan Pemerintah pada waktu yang lalu dan kiranya
akan terus berlanjut. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah dengan
penataan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur BUMN. Pada tahun
1960, telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dengan tujuan
mengusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk
hukum dari badan usaha negara yang ada. Pada tahun 1969, ditetapkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969. Dalam Undang-undang tersebut, BUMN
disederhanakan bentuknya menjadi tiga bentuk usaha negara yaitu Perusahaan
Jawatan (Perjan) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Indonesiasche Bedrijvenwet
(Stbl. 1927 : 419), Perusahaan Umum (Perum) yang sepenuhnya tunduk pada
ketentuan Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dan Perusahaan Perseroan
(Persero) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (Stbl. 1847 : 23) khususnya pasal-pasal yang mengatur perseroan terbatas
yang saat ini telah diganti dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas. Sejalan dengan amanat Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1969), Pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN yang mengatur
secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan, pengelolaan dan
pengawasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983,
Kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang
Perusahaan Perseroan (PERSERO), Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998
tentang Perusahaan Umum (PERUM) dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000
tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN). Berbagai Peraturan Pemerintah
tersebut memberikan arahan yang lebih pasti mengenai sistem yang dipakai dalam
upaya peningkatan kinerja BUMN, yaitu berupa pemberlakuan mekanisme korporasi
secara jelas dan tegas dalam pengelolaan BUMN. Namun, berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada tersebut masih belum memberi landasan hukum yang kuat
di dalam pengembangan badan usaha negara sejalan dengan perkembangan dunia
korporasi seperti halnya upaya-upaya privatisasi dan pelaksanaan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
VI.
Berdasarkan kenyataan tersebut
diatas, dan memperhatikan amanat ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999, maka
dipandang perlu untuk menetapkan suatu Undang-undang baru yang mengatur BUMN
secara lebih komprehensif dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha.
Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan
BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat penting dalam melakukan pengelolaan
dan pengawasan BUMN. Pengalaman membuktikan bahwa keterpurukan ekonomi di
berbagai negara termasuk Indonesia, antara lain disebabkan
perusahaan-perusahaan di negara tersebut tidak menerapkan prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
secara konsisten.
Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem
pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta
menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksloitasian di luar asas tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Undang-undang
ini juga dirancang untuk menata dan mempertegas peran lembaga dan posisi wakil
pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal BUMN, serta mempertegas dan
memperjelas hubungan BUMN selaku operator usaha dengan lembaga pemerintah
sebagai regulator.
Disamping itu, Undang-undang ini mengatur pula
ketentuan mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara
pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya serta hal-hal penting lainnya yang
mendukung dan dapat menjadi landasan bagi upaya-upaya penyehatan BUMN.
Khusus mengenai program privatisasi, Undang-undang ini
mengatur pula ketentuan mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat
dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya serta hal-hal penting
lainnya yang mendukung dan dapat menjadi landasan bagi upaya-upaya penyehatan
BUMN.
Khusus mengenai privatisasi, Undang-undang ini menegaskan
bahwa privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap BUMN yang berbentuk Persero
sepanjang dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor
kegiatan yang dilakukan Persero tersebut. BUMN Persero dapat
diprivatisasi karena selain dimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar
modal juga karena pada umumnya hanya BUMN Persero yang telah bergerak
dalam sektor-sektor yang kompetitif, Privatisasi senantiasa memperhatikan
manfaat bagi rakyat.
VII.
Memperhatikan sifat usaha BUMN,
yaitu untuk memupuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, dalam Undang-undang
ini BUMN disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero)
yang bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas serta Prusahaan
Umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai
implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk bentuk usaha Perum, walaupun
keberadaannya untuk melaksanakan kemanfaatan umum, namum demikian sebagai badan
usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus diupayakan juga
untuk mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas
Pasal
2
Ayat (1)
Huruf a
BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada
masyarakat sekaligus memberikan konstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.
Huruf b
Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar
keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum,
Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai
dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau
komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa
untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan
prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat
Huruf c
Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha
dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Huruf
d
Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk
menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namum
kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara
komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat
dilakukan melalui penugasan kepada BUMN.
Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak,
pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan
kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan
ekonomi lemah.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
3
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya
adalah ketentuan Undang-undang Nomor I Tahun 1995 termasuk perubahannya jika
ada dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan sektoral
yang mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh
departemen/lembaga nondepartemen.
Pasal
4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan
negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan
modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak
lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun
pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.
Ayat (2)
Huruf a
Termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yaitu
meliputi pula proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai
penyertaan modal negara.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kapitalisasi cadangan adalah penambahan
modal disetor yang berasal dari cadangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan sumber lainnya tersebut, antara lain,
adalah keuntungan revaluasi aset.
Ayat (3)
Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal
negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan
langsung negara ke dalam modal BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan
tersebut perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat (4)
Untuk memonitor dan penatausahaan kekayaan negara yang
tertanam pada BUMN dan perseroan terbatas, termasuk penambahan dan pengurangan
dari kekayaan negara tersebut serta perubahan struktur kepemilikan negara
sebagai akibat adanya pengalihan saham milik negara atau penerbitan saham dari
yang tidak diambil bagian oleh negara, perlu ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Ayat (5)
Penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan dan sumber
lainnya cukup dengan Keputusan RUPS/Menteri dan dilaporkan kepada Menteri
Keuangan karena pada prinsipnya kekayaan negara tersebut telah terpisah dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ayat (6)
Peraturan Pemerintah tersebut di antaranya mengatur
mekanisme hubungan antara Menteri dengan Menteri Keuangan serta Menteri Teknis
sesuai dengan kedudukan dan fungsinya masing-masing, yaitu Menteri Keuangan
selaku pengelola keuangan negara, Menteri yang ditunjuk untuk mewakili
pemerintah selaku pemegang saham, dan Menteri Teknis selaku regulator.
Pasal
5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Direksi selaku organ BUMN yang ditugasi melakukan pengurusan
tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap BUMN dan tetap berpegang pada
penerapan prinsip-pronsip good corporate governance yang meliputi :
a)
transparansi, yaitu keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;
b)
kemandirian, yaitu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profsional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
c)
akuntabilitas, yaitu kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif;
d)
pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
e)
kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Pasal
6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Lihat penjelasan Pasal 5 ayat (3)
Pasal
7
Mengambil keuntungan pribadi artinya
menyalahgunakan wewenangnya sebagai anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan
Pengawas BUMN untuk kepentingan sendiri, kelompok atau golongan.
Pasal
8
Ayat (1)
Maksud dari ketentuan ini adalah untuk menghindari benturan
kepentingan antara anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas dan BUMN
yang diurus/diawasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
9
Cukup jelas
Pasal
10
Ayat (1)
Pengkajian yang dimaksud dalam ayat ini untuk menentukan
layak tidaknya Persero tersebut didirikan melalui kajian atas perencanaan
bisnis dan kemampuan untuk mandiri serta mengembangkan usaha dimasa mendatang.
Pengkajian dalam hal ini, melibatkan Menteri Teknis
sepanjang yang menyangkut kebijakan sektoral.
Ayat (2)
Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri
mengingat Menteri merupakan wakil negara selaku pemegang saham pada Persero
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal
11
Mengingat Persero pada dasarnya merupakan perseroan
terbatas, semua ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas, termasuk pula segala peraturan pelaksanaannya, berlaku juga bagi
Persero
Pasal
12
Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut
untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun
internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai
Persero yang bersangkutan sebingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi
pihak-pihak yang terkait.
Pasal
13
Cukup jelas
Pasal
14
Ayat (1)
Bagi Persero yang seluruh modalnya (100%) dimiliki oleh
negara, Menteri yang ditunjuk mewakili negara selaku pemegang saham dalam
setiap keputusan tertulis yang berhubungan dengan Persero adalah merupakan
keputusan RUPS. Bagi Persero dan perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki
negara kurang dari 100 % (seratus persen), Menteri
berkedudukan selaku pemegang saham dan keputusannya diambil bersama-sama dengan
pemegang saham lainnya dalam RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perorangan adalah seseorang yang
menduduki jabatan di bawah Menteri yang secara teknis bertugas membantu Menteri
selaku pemegang saham pada Persero yang bersangkutan. Namun demikian,
dalam hal dipandang perlu, tidak tertutup kemungkinan kuasa juga dapat
diberikan kepada badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Meskipun kedudukan Menteri selaku wakil pemerintahan telah
dikuasakan kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS,
untuk hal-hal tertentu penerima kuasa wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Menteri sebelum hal-hal dimaksud diputuskan dalam RUPS. Hal
ini perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri mengingat sifatnya
yang sangat starategis bagi kelangsungan Persero.
Pasal
15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan
pemberhentian cukup dilakukan dengan keputusan Menteri, Keputusan Menteri tersebut
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah
dalam RUPS.
Pasal
16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ Persero strategis
dalam mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan untuk
mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon anggota direksi yang mempunyai
keahlian, integritas, kejujuran, kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik,
dan dedikasi yang tinggi, serta mempunyai visi pengembangan perusahaan.
Untuk memperoleh calon-calon anggota Direksi yang terbaik,
diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test)
yang dilakukan secara transparan, profesional, mandiri dan dapat
diperanggungjawabkan.
Uji kelayakan dan kepatutan tersebut dilakukan oleh suatu
tim yang ditunjuk oleh Menteri selaku RUPS dalam hal seluruh sahamnya dimiliki
oleh negara, dan ditunjuk oleh Menteri selaku pemegang saham dalam hal sebagian
sahanmnya dimiliki oleh negara, khusus bagi Direksi yang mewakili unsur
pemerintah.
Anggota-anggota tim ditunjuk oleh Menteri harus memenuhi
kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang manajemen dan usaha BUMN
yang bersangkutan, tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of interest)
dengan calon anggota direksi yang bersangkutan dan memiliki integritas serta
dedikasi yang tinggi. Menteri dapat pula menunjuk lembaga profesional
yang Independen untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap
calon-calon anggota direksi Persero.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kontrak manajeman adalah statement of
corporate intent (SCI) yang, antara lain, berisikan janji-janji atau pernyataan
Direksi untuk memenuhi segala target-target yang ditetapkan oleh pemegang
saham. Kontrak manajeman tersebut diperbaharui setiap tahun untuk disesuaikan
dengan kondisi dan perkembangan
perusahaan.
Ayat (4)
Anggota Direksi yang telah menyelesaikan masa jabatannya
dapat dipertimbangkan untuk diangkat kembali berdasarkan penilaian kinerja pada
periode sebelumnya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
17
Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah
pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir. Pemberhentian
sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Direksi antara lain tidak dapat
memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen, tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran dasar
dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan keputusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, meninggal dunia, dan
mengundurkan diri.
Pasal
18
Cukup jelas
Pasal
19
Cukup jelas
Pasal
20
Sekretaris perusahaan (corporate secretary) berfungsi untuk
memastikan bahwa Persero mematuhi peraturan tentang persyaratan keterbukaan
sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance,
memberikan informasi untuk Direksi dan Komisaris secara berkala apabila
diminta. Sekretaris perusahaan harus memenuhi kualifikasi profesionalisme
yang memadai.
Sekretaris perusahaan diangkat dan diberhentikan oleh
Direksi serta bertanggung jawab kepada Direksi.
Pasal
21
Ayat (1)
Rancangan rencana jangka panjang memuat, antara lain :
a.
evaluasi pelaksanaan rencana jangka
panjang sebelumnya;
b.
posisi perusahaan saat ini;
c.
asumsi-asumsi yang dipakai dalam
penyusunan rencana jangka panjang;
d.
penetapan misi, sasaran, strategi,
kebijakan dan program kerja rencana jangka panjang.
Ayat (2)
Komisaris sebelum menandatangani rancangan rencana jangka
panjang yang disampaikan oleh Direksi, wajib membahas secara bersama-sama
dengan Direksi. Dengan ditandatangani bersama-sama, semua anggota Direksi
dan Komisaris bertanggung jawab atas isi rancangan rencana jangka panjang yang
dimaksud.
Pasal
22
Ayat (1)
Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat antara lain :
a.
misi Persero, sasaran usaha,
strategi usaha, kebijakan perusahaan, dan program kerja/kegiatan;
b.
anggaran perusahaan yang dirinci
atas setiap anggaran program kerja/kegiatan;
c.
proyeksi keuangan Persero dan anak
perusahaannya;
d.
hal-hal lain yang memerlukan
keputusan RUPS.
Ayat (2)
Mengingat rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan
oleh RUPS, setiap perubahannya juga harus disetujui oleh RUPS, kecuali
ditentukan lain dalam keputusan RUPS mengenai pengesahan rencana kerja dan
anggaran perusahaan dimaksud.
Pasal
23
Ayat (1)
Laporan tahunan memuat antara lain :
a.
Perhitungan tahunan yang terdiri
dari neraca akhir tahun buku yang baru, lampau dan perhitungan laba rugi dari
tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
b.
Neraca gabungan dari perseroan yang
tergabung dalam satu group, disamping neraca dari masing-masing perseroan
tersebut;
c.
Laporan mengenai keadaan dan
jalannya perseroan, serta hasil yang telah terapai;
d.
Kegiatan utama perseroan dan
perubahan selama tahun buku;
e.
Rincian masalah yang timbul selama
tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan;
f.
Nama anggota Direksi dan Komisaris;
dan
g.
Gaji dan tunjangan lain bagi anggota
Direksi dan honorarium serta tunjangan lain bagi anggota Komisaris.
Ayat (2)
Komisaris sebelum mendatangani laporan tahunan yang
disampaikan oleh Direksi, wajib membahas secara bersama-sama dengan
Direksi. Dengan ditandatangani bersama-sama anggota Direksi dan Komisaris
Ayat (3)
Komisaris sebelum menandatangani laporan tahunan yang
disampaikan oleh Direksi, wajib membahas secara bersama-sama dengan
Direksi. Dengan ditandatangani bersama-sama anggota Direksi dan Komisaris
bertanggung jawab atas isi laporan tahunan dimaksud.
Pasal
24
Selain mengatur rencana jangka panjang, rencana kerja dan
anggaran perseroan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan, dalam keputusan
Menteri tersebut, diatur pula antara lain mengenai tingkat kesehatan Persero.
Pasal
25
Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar
anggota Direksi benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau
perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan Persero
serta menghindari timbulnya benturan kepentingan.
Pasal
26
Yang dimaksud dengan risalah rapat dalam pasal ini adalah
risalah rapat Direksi, Komisaris, dan risalah RUPS. Direksi perlu
memelihara risalah rapat tersebut karena merupakan dokumen resmi yang memuat
hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, serta merupakan bukti yang
melatarbelakangi diambilnya suatu tindakan, baik oleh Direksi, Komisaris,
maupun pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan.
Pembukukan Persero dibuat sesuai dengan standar akuntansi
keuangan yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.
Setiap perubahan baik yang diakibatkan oleh transaksi maupun
oleh kejadian lain dalam Persero yang mempengaruhi aktiva, hutang, modal, biaya
dan pendapatan harus dibukukan atas dasar sistem akuntansi yang dipertangungjawabkan
dan diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian intern, terutama
pemisahan fungsi pengurusan, pencatatan, penyimpanan dan pengawasan.
Pasal
27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 15 ayat (2)
Pasal
28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bertindak secara independen adalah
bahwa Komisaris tidak boleh mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu
kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam
hubungan satu sama lain dan terhadap Direksi.
Ayat (3)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (4)
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pengangkatan anggota Komisaris yang tidak bersamaan dengan
anggota Direksi dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan jabatan apabila
anggota Komisaris atau anggota Direksi telah berakhir masa jabatannya kecuali
pengangkatan yang pertama kali untuk mendirian Persero.
Pasal
29
Lihat penjelasan Pasal 17
Pasal
30
Cukup jelas
Pasal
31
Komisaris dalam melakukan tugasnya berkewajiban :
a.
memberikan pendapat dan saran kepada
RUPS mengenai rencana kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan
Direksi;
b.
mengikuti perkembangan kegiatan
Persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang
dianggap penting bagi pengurusan Persero;
c.
melaporkan dengan segera kepada
pemegang saham apabila terjadi segala menurunnya kinerja Persero;
d.
memberikan nasihat kepada Direksi
dalam melaksanakan pengurusan Persero;
e.
melakukan tugas pengawasan lain yang
ditetapkan anggaran dasar Persero dan/atau berdasarkan keputusan RUPS.
Selain itu, agar Komisaris dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya, Komisaris mempunyai wewenang
sebagai berikut :
a.
melihat buku-buku, surat-surat, serta
dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa
kekayaan Persero;
b.
memasuki pekarangan, gedung dan
kantor yang dipergunakan oleh Persero;
c.
meminta penjelasan dari Direksi
dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan
Persero;
d.
meminta Direksi dan/atau
pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Komisaris;
e.
menghadiri rapat Direksi dan
memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan;
f.
memberhentikan sementara Direksi,
dengan menyebutkan alasannya;
g.
wewenang lain yang dianggap perlu
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Persero.
Pasal
32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini memberikan wewenang kepada Komisaris untuk
melakukan pengurusan Persero yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh
Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, Komisaris hanya
dapat melakukan tindakan tertentu yang ditentukan oleh RUPS dalam anggaran
dasar dan peraturan perundang-undangan.
Pasal
33
Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar
anggota Komosaris benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau
perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan Persero
serta menghindari timbulnya benturan pekentingan.
Pasal
34
Cukup jelas
Pasal
35
Ayat (1)
Pendirian Perum harus memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut :
a.
bidang usaha atau kegiatannya
berkaitan dengan kepentingan orang banyak;
b.
didirikan tidak semata-mata untuk
mengejar keuntungan (cost effectiveness/cost recovery);
c.
berdasarkan pengkajian memenuhi
persyaratan ekonomis yang diperlukan bagi berdirinya suatu badan usaha
(mandiri)
Pengusulan pendirian Perum kepada Presiden oleh Menteri,
dapat dilakukan atas inisiatif Menteri dan dapat pula atas inisiatif dari
Menteri Teknis dan/atau dari Menteri Keuangan sepanjang memenuhi kriteria
tersebut diatas.
Selanjutnya lihat pula penjelasan Pasal 10 ayat (1)
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah ini memuat antara lain :
a.
menetapkan pendirian Perum;
b.
penetapan besarnya kekeyaan Negara
yang dipisahkan;
c.
anggaran dasar;
d.
penunjukan Menteri selaku wakil
pemerintah sebagai pemilik modal.
Ayat (3)
Peraturan Pemerintah ini, antara lain, mengatur mengenai
hubungan antara Menteri, Menteri Keuangan dan Menteri Teknis dalam hal
pendirian, pembinaan, pengurusan dan pengawasan Perum.
Pasal
36
Ayat (1)
Perum dibedakan dengan Perusahaan Perseroan karena sifat
usahanya. Perum dalam usahanya lebih berat pada pelayanan demi kemanfaatan
umum, baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Namun demikian,
sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum perlu
mendapat laba agar dapat hidup berkelanjutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan penyertaan modal dalam ayat ini adalah
penyertaan langsung Perum dalam kepemilikan saham pada badan usaha yang
berbentuk perseroan terbatas, baik yang sudah berdiri maupun yang akan
didirikan.
Pasal
37
Kedudukan Menteri adalah sebagai organ yang memegang
kekuasaan teertinggi dalam Perum yang mempunyai segala wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Pengawas dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-undang atau Peraturan Pemerintah tentang Pendiriannya.
Pasal
38
Menteri selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal Perum
menetapkan kebijakan pengembangan Perum yang bertujuan menetapkan arah dalam
mencapai tujuan perusahaan baik penyangkut kebijakan investasi, pembiayaan
usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha perusahaan, dan kebijakan
pengembangan lainnya. Mengingat Dewan Pengawas akan mengawasi pelaksanaan
kebijakan tersebut, usulan Direksi kepada Menteri harus didahului dengan
persetujuan dari Dewan Pengawas.
Menteri sangat berkepentingan dengan modal Negara yang
tertanam dalam Perum untuk dapat dikembangkan. Untuk itu masalah investasi,
pembiayaan serta pemanfaatan hasil usaha Perum perlu diarahkan dengan jelas
dalam suatu kebijakan pengembangan perusahaan.
Dalam rangka memberikan persetujuan atas usul Direksi
tersebut, Menteri dapat mengadakan pembicaraan sewaktu-waktu dengan
Menteri Teknis untuk membicarakan hal-hal berkaitan dengan kebijakan sektoral.
Pasal
39
Mengingat modal Perum pada dasarnya merupakan kekayaan
negara yang telah dipisahkan, pemilik modal hanya bertanggung jawab sebesar
nilai penyertaan yang disetorkan dan tidak meliputi harta kekayaan negara di
luar modal tersebut.
Jika terjadi tindakan diluar mekanisme korporasi sebagaimana
diatur dalam pasal ini, tanggung jawab secara terbatas tersebut menjadi hilang.
Pasal
40
Keputusan Menteri tersebut mengatur, antara lain
tindakan-tindakan Direksi yang perlu mendapat persetujuan Dewan Pengawas
dan/atau perlu mendapat persetujuan Menteri, yang meliputi antara lain
persetujuan untuk :
a.
penarikan pinjaman;
b.
pemberian pinjaman;
c.
pelepasan aktiva;
d.
penghapusan piutang macet dan
persediaan barang.
Pasal
41
Ayat (1)
Peraturan Pemerintah tentang Pendirian Perum, selain
menetapkan pendirian Perum, juga sekaligus menetapkan keputusan untuk melakukan
penyertaan modal negara ke dalam Perum dan anggaran dasar Perum yang
bersangkutan.
Anggaran dasar Perum memuat antara lain :
a.
nama dan tempat kedudukan Perum;
b.
maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha Perum;
c.
jangka waktu berdirinya Perum;
d.
susunan dan jumlah anggota Direksi
dan jumlah anggota Dewan Pengawas; dan
e.
penetapan tata cara penyelenggaraan
rapat Direksi, rapat Dewan Pengawas, rapat Direksi dan/atau Dewan Pengawas
dengan Menteri dan Menteri teknis.
Ayat (2)
Karena Peraturan Pemerintah tentang Pendirian Perum
sekaligus memuat anggaran dasar Perum, setiap perubahan anggaran dasar Perum
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
42
Cukup jelas
Pasal
43
Berdasarkan ketentuan ini, Menteri dapat menetapkan bahwa
sebagian atau seluruh laba bersih akan digunakan untuk pembagian dividen kepada
pemilik modal, atau pembagian lain seperti tansiem (tantiem) untuk
Direksi dan Dewan Pengawas, bonus untuk karyawan, cadangan dana sosial dan
lain-lain, atau penempatan laba bersih tersebut dalam cadangan Perum yang
antara lain diperuntukkan bagi perluasan usaha Perum.
Pasal
44
Dalam rangka pengangkatan Direksi, Menteri dapat meminta
masukan dari Menteri teknis apabila dipadang perlu.
Pasal
45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ Perum stategis
dalam mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan untuk
mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon anggota Direksi yang mempunyai
keahlian, integritas, kejujuran, kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik,
dan dedikasi yang tinggi, serta mempunyai visi pengembangan perusahaan.
Untuk memperoleh calon-calon anggota Direksi yang
terbaik, diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan tersebut
dilakukan oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Menteri.
Anggota-anggota tim yang ditunjuk oleh Menteri harus
memenuhi kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang manajemen dan
usaha BUMN yang bersangkutan, tidak memiliki benturan kepentngan dengan calon
anggota Direksi yang bersangkutan, dan memiliki integritas, serta dedikasi yang
tinggi. Menteri dapat pula menunjuk lembaga profesional yang independen
untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota
direksi Perum.
Ayat (4)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (3)
Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (4)
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal
46
Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah
pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir. Pemberhentian
sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Direksi antara lain tidak dapat
memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajeman, tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran
dasar dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan
keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, meninggal dunia,
dan mengundurkan diri.
Pasal
47
Cukup jelas
Pasal
48
Cukup jelas
Pasal
49
Ayat (1)
Cukup jepas
Ayat (2)
Dewan Pengawas sebelum menandatangani rancangan rencana
jangka panjang yang disampaikan oleh Direksi, wajib membahas secara
bersama-sama dengan Direksi. Dengan ditandatangani bersama, semua anggota
Direksi dan Dewan Pengawas bertanggung jawab atas isi rancangan rencana jangka
panjang yang dimaksud.
Pasal
50
Lihat penjelasan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2)
Pasal
51
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (1)
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (2)
Ayat (3)
Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (3)
Pasal
52
Lihat penjelasan Pasal 24
Pasal
53
Lihat penjelasan Pasal 25
Pasal
54
Lihat penjelasan Pasal 26.
Pasal
55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kesalahan atau kelalaian Direksi yang dimaksud dalam ayat
ini adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan misalnya karena melanggar
ketentuan anggaran dasar Perum atau ketentuan yang telah digariskan oleh Dewan
Pengawas dan Menteri serta telah terbukti secara sah. Dalam hal ini
proses pembuktiannya dilakukan oleh Menteri beserta aparatnya. Namun
bersalah atau tidaknya anggota Direksi yang bersangkutan ditetapkan berdasarkan
keputusan pengadilan yang berwenang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
56
Anggota Dewan Pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur
pejabat Menteri Teknis, Menteri Keuangan, Menteri dan pejabat
departemen/lembaga non departemen yang kegiatannya berhubungan langsung dengan
Perum.
Lihat pula penjelasan pasal 44.
Pasal
57
Ayat (1) dan (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Lihat penjelasan Pasal 28 ayat (2)
Ayat (4)
Lihat Pasal 16 ayat (4)
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Lihat penjelasan Pasal 28 ayat (5)
Pasal
58
Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah
pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir. Pemberhentian
sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Dewan Pengawas antara lain tidak dapat
memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajeman, tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran dasar
dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan keputusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, meninggal dunia dan
mengundurkan diri.
Pasal
59
Cukup jelas
Pasal
60
Lihat penjelasan Pasal 31
Pasal
61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 32 ayat (2)
Pasal
62
Lihat penjelasan Pasal 33
Pasal
63
Ayat (1)
Suatu Persero dapat melakukan penggabungan atau peleburan
diri dengan Persero lainnya atau Perum yang telah ada atau sebaliknya.
Penggabungan dan peleburan BUMN dapat dilakukan tanpa
diadakan likuidasi lerlebih dahulu. Dengan adanya penggabungan tersebut Persero
atau Perum yang menggabungkan diri menjadi bubar. Sedangkan dengan
adanya peleburan BUMN yang saling meleburkan diri menjadi bubar dan membentuk
satu BUMN baru.
Ayat (2)
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN untuk mengambil
alih BUMN lainnya atau Perseroan Terbatas, baik seluruh atau sebagian besar
saham/modal yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap BUMN atau
Perseroan Terbatas tersebut.
Pasal
64
Ayat (1)
Karena pendirian BUMN dilakukan dengan Peraturan Pemerintah
yang menyebutkan besarnya penyertaan modal negara dalam pendirian BUMN
dimaksud, pembubaran BUMN tersebut harus dilakukan pula dengan Peraturan
Pemerintah.
Ayat (2)
Dalam Peraturan Pemerintah tentang pembubaran BUMN, dapat
pula ditetapkan agar sisa hasil likuidasi dijadikan penyertaan modal negara
pada BUMN lain yang telah ada atau dijadikan penyertaan dalam rangka pendirian
BUMN baru. Jika tidak ditetapkan demikian sisa hasil likuidasi disetorkan
langsung ke Kas Negara, karena merupakan hak negara sebagai pemegang saham atau
pemilik modal BUMN.
Pasal
65
Ayat (1)
Karena setiap pendirian BUMN dilakukan dengan Peraturan
Pemerintah, apabila ada perubahan terhadap keberadaan BUMN dimaksud, baik
karena penggabungan, peleburan, pengambialihan maupun pembubaran, harus
dilakukan pula dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat (2)
Tindakan untuk melakukan penggabungan, peleburan,
pengambilalihan dan pembubaran BUMN akan berakibat langsung kepada kepentingan
BUMN, pemegang saham, pihak ketiga, dan karyawan BUMN. Pada dasarnya
dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut, diharapkan BUMN yang dipertahankan
dan yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik. Kepentingan pemegang
saham tidak baisa dirugikan, demikian juga halnya pihak ketiga, perlu
diberitahu sebelumnya sehingga hak-hak mereka dapat diselesaikan secara
memadai. Adapun mengenai karyawan yang merupakan aset BUMN itu sendiri
diupayakan agar mereka tidak akan dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau
apabila harus terjadi PHK. PHK adalah pilihan yang terakhir dan harus
diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu,
sebelum tindakan-tindakan tersebut diatas dilakukan, Direksi BUMN yang akan
melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran tersebut
perlu mensosialisasikan terlebih dahulu kepada karyawannya masing-masing.
Pasal
66
Ayat (1)
Meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk
mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak,
BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan
tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus
memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut
termasuk margin yang diharapkan.
Ayat (2)
Karena penugasan pada prinsipnya mengubah rencana kerja dan
anggaran perusahaan yang telah ada, penugasan tersebut harus diketahui dan
disetujui pula oleh RUPS/Menteri.
Pasal
67
Satuan pengawasan intern dibentuk untuk membantu direktur
utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan pemeriksaan
operasional BUMN serta menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya
pada BUMN yang bersangkutan serta memberikan saran-saran perbaikannya. Karena
satuan pengawasan intern bertugas untuk membantu direktur utama,
pertanggungjawabannya diberikan kepada direktur utama.
Pasal
68
Cukup jelas
Pasal
69
Cukup jelas
Pasal
70
Ayat (1)
Dalam rangka mewujudkan pengawasan yang efektif dalam
pelaksanaan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas perlu dibantu oleh Komite
Audit yang bertugas menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang
dilakukan oleh satuan mengawas intern maupun auditor eksternal, memberikan
rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen serta
pelaksanaannya, memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan
terhadap segala informasi yang dikeluarkan BUMN, mengindentifikasi hal-hal yang
memerlukan perhatian Komisaris dan Dewan Pengawas serta tugas-tugas Komisaris
dan Dewan Pengawas lainnya.
Ayat (2)
Ketua komite audit adalah anggota Komisaris indepanden, yang diangkat oleh
Komisaris.
Ayat (3)
Komite lain yang dimaksud di sini, antara lain, adalah
komite remunerasi dan komite nominasi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
71
Ayat (1)
Pemeriksaan laporan keungan perusahaan dimaksudkan untuk
memperoleh opini auditor atas kewajaran laporan keuangan dan perhitungan
tahunan perusahaan yang bersangkutan. Opini auditor atas laporan keuangan
dan perhitungan tahunan dimaksud diperlukan oleh pemegang saham/Menteri antara
lain dalam rangka pemberian acquit et decharge Direksi dan Komisaris/Dewan
Pengawas perusahaan.
Sejalan dengan Undang-undang Nomor 1 tahu 1995 tentang
Perseroan Terbatas dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
pemeriksaan laporan keuangan dan perhitungan tahunan Perseroan Terbatas
dilakukan oleh akuntan publik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
72
Sebagaimana mandat yang diberikan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan badan usaha,
terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. Upaya
penyehatan badan usaha ini dapat dilaksanakan melalui restrukturisasi agar
perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien, transparan dan profesional
sehingga badan usaha dapat memberikan produk/layanan terbaik dengan harga yang
kompetitif kepada konsumen, serta memberikan manfaat kepada negara.
Sebelum melaksanakan restrukturisasi, pemerintah akan
mempertimbangkan asas biaya dan manfaat dari restrukturisasi tersebut.
Pasal
73
Restrukturisasi sektoral terutama ditujukan kepada
sektor-sektor yang mendapat poteksi di masa lalu atau terdapat monopoli
alamiah. Restrukturisasi sektoral dimaksudkan untuk menciptakan iklim
usaha yang sehat, sehingga terjadi kompetisi yang sehat, efisiensi, dan pelayanan
yang optimal. Restrukturisasi industri tersebut berkaitan dengan
pengaturan usaha (regulasi). Pembenahan dan penataan regulasi
dilaksanakan bersama-sama dengan departemen terkait.
Restrukturisasi sektor dapat dilaksanakan melalui cara-cara
berikut : memisahkan segmen-segmen dalam sektor untuk mengurangi integrasi
vertikal sektor, peningkatan kompetisi, introduksi persaingan dari industri
subtitusi, pemasok lain dalam sektor yang sama, dan peningkatan persaingan
pasar, serta demonopolisasi melalui regulasi.
Untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki kewajiban
pelayanan publik, perusahaan-perusahaan ini masih dalam proses
restrukturisasi. Dengan tidak mengabaikan kepentingan publik, perusahaan
akan menerapkan prinsip-prinsip usaha untuk lebih meningkatkan efisiensi dan
produktivitas perusahaan. Upaya ini untuk memperjelas berapa tingkat
subsidi pemerintah terhadap biaya pelayanan masyarakat tersebut.
Pasal
74
Dengan dilakukannya privatisasi diharapkan akan terjadi
perubahan atas budaya perusahaan sebagai akibat dari masuknya pemegang saham
baru, baik melalui penawaran umum ataupun melalui penyertaan langsung.
Perusahaan akan dihadapkan pada kewajiban pemenuhan persyaratan-persyaratan
keterbukaan yang merupakan persyaratan utama dari suatu proses go public, atau
adanya sasaran-sasaran perusahaan yang harus dicapai sebagai akibat
masuknya pemegang saham baru. Budaya perusahaan yang berubah tersebut
akan dapat mempertinggi daya saing perusahaan dalam berkompetisi dengan
pesaing-pesaing, baik nasional, regional, bahkan global sehingga pada
akhirnya akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
perekonomian nasional dalam bentuk barang dan jasa yang semakin berkualitas dan
terjangkau harganya, serta penerimaan negara dalam bentuk pajak yang akan
semakin besar pula.
Dengan demikian maksud dan tujuan privatisasi pada dasarnya
adalah untuk meningkatkan peran Persero dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
umum dengan memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, serta untuk
menunjang stabilitas perekonomian nsional.
Meskipun privatisasi bertujuan untuk melakukan efisiensi,
sedapat mungkin tidak sampai menimbulkan keresahan bagi karyawan. Oleh
karena itu dalam melaksanakan privatisasi sejauh mungkin perlu diupayakan agar
tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK hanya dapat dilakukan
setelah jangka waktu tertentu setelah pelaksanaan privatisasi, kecuali
karyawan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketentuan hukum.
Selanjutnya apabila PHK terjadi pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, dalam upaya agar
karyawan dan serikat pekerja maupun masyarakat dapat memahami manfaat
privatisasi pemerintah perlu melakukan sosialisasi tentang manfaat privatisasi
secara terarah dan konsisten.
Pasal
75
Pelaksanaan privatisasi dilakukan secara transparan, baik
dalam proses penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya. Proses privatisasi
dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan
tanpa ada intervensi dari pihak lain di luar mekanisme korporasi serta
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Proses privatisasi juga
dilakukan dengan berkonsultasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait
sehingga proses dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Pasal
76
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha kompetitif adalah
industri/sektor usaha yang pada dasarnya diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN
maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan
sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau
tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN.
Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah
adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan
teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk
mengganti teknologinya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
77
Cukup jelas
Pasal
78
Huruf a
Yang dimaksud dengan penjualan saham berdasarkan ketentuan
pasal modal antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum,
penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas.
Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis
bagi BUMN yang telah terdaftar di bursa.
Huruf b
Sedangkan yang dimaksud dengan penjualan saham langsung
kepada investor adalah penjualan saham kepada mitra strategis atau kepada investor
lainnya termasuk financial investor. Cara ini, khusus berlaku bagi
penjualan saham BUMN yang belum terdaftar di bursa.
Huruf c
Yang dimaksud dengan penjualan saham kepada manajeman
(Management Buy Out/MBO) dan/atau karyawan (Employee Buy Out/EBO) adalah
penjualan sebagian besar atau seluruh saham suatu perusahaan langsung kepada
manajemen dan/atau karyawan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal
79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Menteri Teknis sebagai regulator di sektor tempat BUMN
melakukan kegiatan usaha, menjadi anggota komite privatisasi hanya dalam
privatisasi BUMN di bidangnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
80
Cukup jelas
Pasal
81
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal ini, Menteri mengambil langkah-langkah antara lain sebagai berikut :
a.
menetapkan BUMN yang akan
diprivatisasi;
b.
menetapkan metode privatisasi yang
akan digunakan;
c.
menetapkan jenis serta rentangan
jumlah saham yang akan dilepas;
d.
menetapkan rentangan harga jual
saham;
e.
menyiapkan perkiraan nilai yang
dapat diperoleh dari program privatisasi suatu BUMN.
Pasal
82
Cukup jelas
Pasal
83
Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai :
a.
penentuan BUMN yang layak untuk
dimasukkan dalam program privatisasi;
b.
penyampaian program tahunan
privatisasi kepada komite privatisasi;
c.
konsultasi dengan DPR dan
Departemen/Lembaga Non Departemen terkait;
d.
pelaksanaan privatisasi.
Pasal
84
Yang termasuk dalam pengertian orang dan/atau badan hukum
yang mempunyai benturan kepentingan adalah mepiluti pihak-pihak yang mempunyai
hubungan afiliasi sebagai berikut :
a.
hubungan keluarga karena perkawinan
dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun vertikal;
b.
hubungan antara pihak dengan
karyawan, Direktur atau Komisaris dari pihak tersebut;
c.
hubungan antara 2 (dua) perusahaan
di mana terdapat satu atau lebih anggota Direksi atau Komisaris yang sama;
d.
hubungan antara perusahaan dan
pihak, baik langsung maupun tidak langsaung, mengendalikan atau dikendalikan
oleh perusahaan tersebut;
e.
hubungan antara 2 (dua) perusahaan
yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama;
atau
f.
hubungan antara perusahaan dan
pemegang saham utama.
Pasal
85
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan informasi adalah fakta material dan relevan mengenai
peristiwa,
Kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga dan/atau
keputusan pemodal. Calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas
informasi atau fakta tersebut.
Atas informasi atau fakta dimaksud, selama belum ditetapkan
sebagai informasi atau fakta yang terbuka atau selama belum diumumkan oleh
Menteri semua pihak yang terlibat wajib untuk merahasiakan informasi tersebut.
Ayat (2)
Dalam hal pelanggaran ketentuan kerahasiaan ini terjadi pada
privatisasi BUMN yang belum terdaftar di bursa dan privatisasinya menggunakan
cara selain cara privatisasi melalui penjualan saham di bursa dikenakan sanki
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana umum,
sedangkan dalam hal pelanggaran terjadi pada privatisasi BUMN yang telah
terdaftar di bursa, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
Pasal
86
Ayat (1)
Hasil privatisasi yang disetorkan ke Kas Negara adalah hasil
divestasi saham milik negara. Sedangkan bagi penjualan saham baru,
hasilnya disetorkan ke kas perusahaan. Bagi hasil privatisasi anak perusahaan
BUMN, hasil privatisasinya dapat ditetapkan sebagai dividen interim.
Yang dimaksud dengan hasil privatisasi adalah hasil bersih
setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan privatisasi. Biaya pelaksanaan
privatisasi harus memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi dan
akuntabilitas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
87
Ayat (1)
Dengan status kepegawaian BUMN seperti ini, bagi BUMN tidak
berlaku segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi pegawai negeri.
Perjanjian kerja bersama dimaksud dibuat antara pekerja BUMN
dengan pemberi kerja yaitu manajemen BUMN
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
88
Yang dimaksud dengan usaha kecil/koperasi meliputi usaha
kecil/koperasi yang memenuhi kriteria sebagai usaha kecil sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
89
Cukup jelas
Pasal
90
Cukup jelas
Pasal
91
Agar supaya Direksi dapat melaksanakan tugasnya secara
mendiri, pihak-pihak luar manapun, selain organ BUMN tidak diperbolehkan ikut
campur tangan terhadap pengurusan BUMN. Termasuk dalam pengertian campur
tangan adalah tindakan atau arahan yang secara langsung memberi pengaruh
terhadap tindakan pengurusan BUMN atau terhadap pengambilan keputusan oleh
Direksi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kemandirian
BUMN sebagai badan usaha agar dapat dikelola secara profesional sehingga dapat
berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan usahanya. Hal ini
berlaku pula bagi Departemen dan instansi Pemerintah lainnya, karena kebutuhan
dana Departemen dan instansi Pemerintah lainnya telah diatur dan ditetapkan
secara tersendiri, Departemen dan instansi Pemerintah tidak dibenarkan
membebani BUMN dengan segala bentuk pengeluaran dan sebaliknya BUMN tidak
dibenarkan membiayai keperluan Departemen dan instansi Pemerintah dalam
pembukuan
Komentar
Posting Komentar