matkul : teori admin negara
Pengaruh tipe-tipe kepemimpinan
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas kelompok pada Mata Kuliah teori
administrasi negara
Disusun Oleh:
1. dewi rahmawati
2. indi pitriyani
3. sea agustin
4. riska agustiani
PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
latar belakang
Administrasi
sebagai ilmu pengetahuan (science) baru berkembang sejak lahir abad yang lalu
(abad XIX), tetapi adminitrasi sebagai suatu seni (art) atau administrasi dalam
praktek, timbul bersamaan dengan timbuknya peradaban manusia.
Sebagai ilmu
pengetahuan administrasi merupakan suatu fenomena masyarakat yang baru, karena
timbul sebagai suatu cabang daripada ilmu-ilmu sosial, termasuk perkembangannya
di Inonesia, dengan membawa prinsip-prinsip yang universal, akan tetapi dalam
prakteknya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi Indonesia dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempunyaipengaruh (impact) terhadap
perkembangan ilmu administrasi sebagai suatu disiplin ilmiah yang berdiri
sendiri.
Akan tetapi bukan
berarti dalam praktek pelaksanaannya tidak mengalami hambatan, permasalahan,
baik itu yang disebabkan karena pelaksananya (orang) ataupun pendukung
adminitrasi lainnya seperti perlengkapan teknologi administrasi yang terdapat
pada organisasi pelaksana adminitrasi tersebut dengan tujuan agar pencapaian
tujuan organisasi dapat dilaksanakan lebih efektif.
Salah satu
permasalahan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan administrasi dalam suatu
organisasi yaitu adanya pengaruh sifat pemimpin yang dimana pada dasarnya
pemimpin merupakan pecut atau penggerak anggota-anggota organisasi yang segala sifat dan tindakan
yang dilakukan akan ditiru oleh bawahannya, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pula terhadap kinerja anggota-anggota dalam pencapaiannya terhadap
tujuan daripada organisasi tersebut.
1.2 rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan yang
telah dijelaskan sebelumnya, maka kami menyebutkan rumusan masalahny adalah
sebagai berikut :
a)
Pengertian pemimpin,kepemimpinan,
organisasi
b)
Tipe-tipe kepemimpinan yang dapat
mempengaruhi organisasi
1.3
tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai
berikut :
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori administrasi negara
b. Mengetahui tentang peranan pemimpin dalam organisasi
c. Mengetahui tipe-tipe pemimpin yang terdapat dalam organisasi dan
pengaruhnya bagi organisasi .
1.4
metode penulisan
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskripsi, atau cara serupa yaitu melalui
pendekatan prosesual untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan konstitusi.
Teknik pengumpulan data yaitu melalui pencarian dari berbagai sumber yang
tersedia di media cetak seperti buku dan media elektronik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Arti dan peran
kepemimpinan
Untuk memahami arti kepemimpinan maka berikut
ini adalah beberapa pengertian kepemimpinan :
1.
Proses mempengaruhi aktivitas
sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
2. Suatu seni kesanggapan atau teknik untuk membuat sekelompok orang
mengikuti atau mentaati segala apa yang dikehendakinya dan membuat mereka
antusias mengikutinya.
3. Sebuah proses memberi arti (pengarahan berarti) terhadap usaha
kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang
diinginkan untuk pencapaian sasaran. (rauch & behling, 1984:46).
2.2 Ciri-ciri
pemimpin yang berprinsip :
1. Selalu belajar
Pemimpin
selalu mengikuti pelatihan baru dan mengembangkan keterampilan baru.
2. Berorientasi pada pelayanan
Pemimpin
tidak hanya dilayani tapi mampu melayani berbagai pihak.
3. Memancarkan energi positif
Pemimpin
harus mampu, sanggap bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu serta kondisi
yang tidak menentu.
4. Mempercayai orang lain
Mampu
memberi kepercayaan pada orang lain termasuk bawahannya, sehingga termotivasi
untuk lebih baik.
5. Hidup seimbang
Mampu
membuat keseimbangan antara tugas dan berorientasi pada kemanusiaan serta
keseimbangan antara pekerjaan dan kemampuan untuk berolah raga, istirahat dan
refreshing.
6. Melihat hidup sebagai petualangan
Mampu
mnikmati hidup dengan segala konsekuensinya, karena hidup adalah petualangan.
Mereka memiliki rasa nyaman yang datang dari dalam diri sendiri.
7. Sinergistik
Selalu
memperbaiki kelemahan diri dengan kekuatan orang lain. Sinergis adalah bekerja
sama saling menguntungkan.
8. Selalu berlatih untuk memperbaharui diri agar mampu berprestasi tinggi
(stephen R.Covey, 1997:29-37).
2.3 PERANAN
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
memegang peranan yang sang penting dalam managemen. Oleh karena itu dikatakan
bahwa kepemimpinan adalah inti dari pada managemen. (Leadership is the key to
management / administration.)
Brown menyatakan
bahwa kepemimpinan hanyalah mempunyai arti apabila kita menempatkan (
mengkhususkan ) artian itu untuk maksud dan dalam situasi apakah yang dapat
diharapkan dari kepemimpinannya itu. Artinya dalam suatu situasi dan dalam suatu
masyarakat apakah yang dapat diharapkan dari pemimpin itu ( The word make sense
only when we specify to what end and in what circumstance the leader will be
expected to act.)
Jadi baik langsung
maupun tidak langsung pemimpin itu tidak dipilih dari kelompok masyarakat itu
sendiri, apakah kelompok masyarakat itu Negara, apakah kelompok masyarakat itu
niaga / industry, apakah kelompok masyarakat itu partai politik, apakah
kelompok masyarakat itu pegawai negeri / militer. Yang jelas bahwa masyarakat yang sehat
akan memilih pemimpin yang tidak sehat dan masyarakat yang tidak sehat
dengan sendirinya akan memilih pemimpin yang tidak sehat ( a sick group will
selct a sick leader). Pemimpin adalah orang yang menggambarkan kehendak yang
sesungguhnya dari kelompok ( Leader is a man who most closely reflect the
feeling of the group).
2.4 Pendapat-pendapat tentang Kepemimpinan
a. Kepemimpinan Menurut Stoner
(Handoko:1984) adalah sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh
pada kegiatan-kegiatan sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Kepemimpinan tidak lagi dipandang sebagai penunjuk jalan namun sebagai partner
yang bersama-sama dengan anggota lain berusaha mencapai tujuan.
b. Menurut Kennedy,(1996) menyatakan
bahwa jumlah definisi tentang kepemimpinan dapat dikatakan sama dengan jumlah
orang yang telah berusaha mendefinisikannya. Ia sendiri mengartikan
kepemimpinan sebagai proses atau tindakan untuk mempengaruhi aktivitas suatu
kelompok organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c. Fiedler (1967) adalah salah satu
ahli lain yang banyak meneliti mengenai kepemimpinan menyatakan bahwa
kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu
yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap sekelompok orang agar bekerja
bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan. Dari dua definisi yang telah diajukan
tersebut secara jelas menunjukkan bagaimana kepemimpinan tersebut diartikan,
yaitu berkaitan usaha mempengaruhi dan menggunakan wewenang. Pengertian
tersebut memberi suatu pemikiran bahwa pemimpin dipandang sebagai orang
yang memiliki kecakapan lebih dalam usaha untuk memotivasi orang melakukan
sesuatu seperti yang diharapkan pemimpin.
Penelitian mengenai
kepemimpinan telah dimulai pada periode permulaan perang dunia II. Sekalipun
demikian masih terdapat pendapat yang berbeda-beda karena masing-masing
berpangkal pada ajaran yang berbeda.
Pendapat-pendapat tentang
kepemimpinan dapat disimpulkan menjadi tiga teori yang penting :
1.
Teori keturunan ( hereditary
theory )
2.
Teori kejiwaan ( psychological
theory )
3.
Teori lingkungan ( situational
theory )
1.
Teori Keturunan.
Teori ini berpangkal pada
suatu ajaran bahwa bakat Kepimimpinan itu telah ada sejak ia dilahirkan.
Sebagaimana pendapat yang mengatakan bahwa “Kepemimpinan adalah tidak dapat
dibentuk, tetapi karena dilahirkan “, (Leaders are born and not made). Ajaran
ini berpendapat bahwa orang yang dilahirkan menjadi pemimpin ini telah
mempunyai bakat yang terdapat pada pribadinya, mentalnya, bahkan fisiknya.
Dalam keadaan ini ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, dan kelak keturunannya
akan timbul pula sebagai pemimpin.
2. Teori kejiwaan.
Teori ini berpangkal tolak
dari suatu ajaran bahwa bakat kepemimpinan seseoraqng itu dapat dibentuk sesuai
dengan jiwa seseorang. Oleh karena itu ajaran ini tidak sependapat dengan teori
keturunan yang berpendapat bakat kepemimpinan itu diperoleh karena dilahirkan.
Adapun pokok ajaran ini bependapat bahwa kepemimpinan dapat dibentuk, bukan
karena dilahirkan (leaders are made and not born). Berdasarkan atas teori
kewajiban ini seseorang dapat menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan
pengalaman yang cukup.
3.
Teori lingkungan
Teori lingkungan ini
dipelajari karena pada umunya mereka tidak puas dengan kedua teori tersebut
diatas. Ajaran dari teori lingkungan ini berpangkal pada suatu pendapat bahwa
pemimpin adalah hasil daripada lingkungannya. Sejumlah dari hasil penelitian
telah menyimpulkan bahwa suatu premis bahwa kepemimpinan banyak dipengaruhi
oleh suatu lingkungan, dimana pemimpin itu timbul karena ia melakukan kegiatan
dalam lingkungannya itu. Misalnya pada zaman perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia, timbul pemimpin bangsa Indonesia, yaitu : Ir. Soekarno dan Drs. Moh
Hatta. Jendral Soedirman timbul sebagai pemimpin prajurit TNI, dan sebagainya.
Timbulnya kepemimpinan itu
disebabkan, karena pada dirinya terdapat bakat-bakat kepemimpinan, disamping
itu pendidikan dan pengalamannya selama bertahun-tahun memimpin kelompok
oerjuangan kemerdekaan. Demikian juga dalam tahun 1965 dimana bangsa Indonesia
sedang berjuang mempertahankan Pancasila, timbul pemimpin baru yaitu Jenderal
Soeharto. Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa teori lingkungan ini
merupakan sintese dari ajaran teori keturunan, yang menitikberatkan pada bakat
kepemimpinan dari ajaran teori kejiwaan, dimana seseorang dapat menjadi
pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang memadai.
2.5 Beda dan arti Kepemimpinan
Setelah mempelajari pendapat-pendapat
ajaran tersebut diatas, maka Kepemimpinan itu dapat dibedakan:
1. Pemimpin berdasarkan atas keturunan
2. Pemimpin berdasarkan atas pemilhan
3. Pemimpin berdasarkan atas penunjukan
1. Pemimpinan berdasarkan atas
keturunan
Dalam zaman modern sekarang ini, masih terdapat masyarakat yang
mengakui adanya Pemimpin yang diperoleh karena keturunan / warisan orang
tuanya. Pemimpin ini bersifat turun temurun.
Pada mulanya pemimpin yang demikian ini merupakan penghargaan atas
jasa-jasanya karena telah berhasil atas kepemimpinannya. Sebagai penghargaan
atas diri dan keluarganya maka telah diakui oleh masyarakatnya bahwa
keturunannyapun menjadi Pemimpin mereka. Hal ini dapat dilihat pada
negara-negara kerajaan baik pada negara-negara yang telah moderen maupun belum,
dan pada masyarakat primitif dengan sebutan Kepala suku atau Kepala adat.Pada
negara-negara kerajaan ini rakyat patuh dan tunduk atas perintah-perintahnya.
2. Pemimpin berdasarkan
pemilihan
Dalam masyarakat demokrasi, pemimpin
adalah dipilih dari kelompok masyarakat itu sendiri. Pemimpin itu mendapat
kepercayaan dari para pengikutnya ( followers), bahwa ia akan bekerja demi
kepentingannya, pemimpin itu dapat diganti dan dipilih pemimpin penggantinya
yang lain.
3. Pemimpin atas dasar
penunjukkan
Pemimpin atas dasar penunjukkan ialah karena ia ditunjuk untuk memimpin
suatu kelompok kegiatan tertentu oleh pejabat yang mempunyai kewenangan yang
lebih tinggi, berdasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
mempunyai kekuatan juridis formal. Pejabat yang ditunjuk berdasarkan atas
kewenangan tersebut yang disebut kepala.
Kepala ini dibantu oleh sekelompok orang yang disebut Bawahan.
4. Definisi kepemimpinan
Pendapat pertama, menyatakan bahwa kepemimpinan itu sebagai suatu seni.
Untuk itu John Piffner memberikan definisi sebagai berikut :
“ Leadership
is the art of coordinating and motivating individuals and group to achieve the
desire end “
( Kepemimpinan
adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan yang diingankan ).
Pendapat kedua,
menyatakan bahwa Kepemimpinan itu sebagai suatu proses. Untuk itu Dalton Mc.
Farland memberikan definisi sebagai berikut :
“ Leadership
as the process by which an executive imaginatively direct, guides, or
influences the work of the others, in choosing and attaining particular ends”
( Kepemimpinan
sebagai suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan memberikan perintah /
pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.6 Fungsi dan kecakapan kepemimpinan
Terdapat beberapa pendapat dimana yang satu dsengan yang lain berlainan
mengenai fungsi kepemimpinan. Masing-masing mempunyai argumentasi untuk
memberikan pendapatnya sendiri. Berdasarkan atas beberapa pendapat tersebut,
Prof. Katz membuat sintese dari berbagai fungsi dan kecakapan kepemimpinan
sebagai berikut : Kecakapanj yang pokok daripada kepemimpinan administratif
dapat dibedakan kedalam tiga bagian, yaitu : konsepsional, kemanusiaan, dan
teknis.
·
Kecakapan konsepsional ( conceptional skill )
Kecakapan konsepsional ialah kemampuan mengetahui kebijaksanaan
organisasi secara keseluruhan. Sekalipun adanya fungsi yang berdiri sendiri
tetapi kenyataan bahwa perubahan pada setiap bagian akan mempengaruhi terhadap
keseluruhan. Hal ini dapat digambarkan bahwa hubungan itu menyangkut
program-program dibdang politik, sosial ( masyarakat ), ekonomi ( industri )
seluruh bangsa. Kecakapan konsepsional ini akan bertambah penting terutama pada
pimpinan tingkat atas ( top management
level ).
·
Kecakapan kemanusiaan ( Human
skill )
Kecakapan kemanusiaan ini ialah kemampuan untuk bekerja di dalam
kelompok atau dengan kelompok. Hal ini dimaksudkan untuk membangun suatu usaha
koordinasi didalam suatu tim, dimana ia bertindak sebagai pemimpin.
·
Kecakapan teknis (technical skill )
Kecakapan teknis ini penting bagi pimpinan tingkat menengah ( Middle
management level ) dan pimpinan tingkat bawah ( Supervisory or lower management
level ) dimana hubungan antara pemimpin dan bawahan sangat dekat.
Dalam kecakapan ini termasuk kegiatan-kegiatan menggunakan metode,
proses. Prosedur dan tekhnik yang pada umunya perhubungan dengan alat-alat
bukan orang.
Kecakapan teknis ini penting pada pimpinan tingkat bawah, dan berkurang
atau bahkan tidak ada sama sekali pada pimpinan tingkat atas.
Sesuai dengan pendapat-pendapat tersebut maka Fungsi dan kecakapan kepemimpinan dapat diuraikan antara lain
sebagai berikut :
1. Mengetahui bidang tugasnya
2. Peka atau tanggap terhadap keadaan lingkungannya
3. Melakukan hubungan kerja / komunikasi dengan baik kedalam maupun keluar
4. Mampu melakukan Koordinasi
5. Mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat
6. Mampu mengadakan hubungan masyarakat
·
Mengetahui bidang dan tugasnya.
Sesuai dengan tingkatannya, pemimpin harus
mengetahui bidang tugasnya masing-masing. Misalnya : Pemimpin tingkat atas
harus mengetahui kebijaksanaan yang telah digariskan dalam pencapaian tujuan
organisasi ( conceptual skill ). Sedangkan dalam pimpinan tingkat bawah yang
diperlukan ialah teknik pelaksanaan pekerjaan ( technical skill ).
·
Peka dan tanggap terhadap keadaan lingkungannya
Pemimpin harus peka dan tanggap terhadap
situasi, kondisi setempat. Misalnya :
keadaan pegawainya, peralatan kerja, prasarana kerja, adat istiadat dan
kebiasaan masyarakat, serta masalah-masalah yang dihadapinya.
·
Melakukan hubungan antar manusia yang baik
Sebagaimana diketahui bahwa unsur manusia
adalah yang menentukan berhasilnya pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena
itu dibina hubungan antar manusia yang sebaik-baiknya, sehingga merupakan suatu
tim yang dapat bekerja sama dengan penuh kesadaran diantara mereka, tanpa suatu
paksaan apapun.
·
Mampu mengadakan hubungan kerja ( komunikasi ) dengan baik kedalam
maupun keluar.
Oleh setiap pekerjaan tidak mungkin dilakukan
sendiri-sendiri tanpa kerjasama dengan orang-orang atau unit-unit yang lain,
maka diperlukan hubungan kerja, baik didalam organisasinya maupun diuar
organisasinya. Ha ini diperlukan kemampuan Pimpinan untuk mengadakan baik yang
bersifat inter disipliner, multifungsi maupun yang bersifat lintas sektoral.
·
Mampu melakukan Koordinasi.
Didalam suatu organisasi yang komplek, dimana
banyak terdapat pengkhususan dari berbagai kegiatan pekerjaan, maka diperlukan
pimpinan untuk mengkoordinasi berbagai kegiatan itu agar tercapai adanya
kesatuan usaha / tindakan dalam mencapai tujuan organisasi.
·
Mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat
Segala macam masalah yang dihadapi oleh organisasi
perlu diselesaikan secara cepat dan tepat. Bila tak ada keputusan berarti akan
menghambat pelaksanaan pekerjaan organisasi itu. Oleh karena itu diperlukan
pemimpin yang mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat, agar tidak
menghambat pelaksanaan pekerjaan organisasi.
·
Mampu mengadakan hubungan masyarakat ( public relation )
Pemimpin harus mampu memberikan
informasi dan meyakinkan masyarakat diluar organisasinya. Informasi ini perlu
diberikan kepada para langganan ( client ) atau kelompok-kelompok masyarakat
tertentu. Hal ini dimaksudkan agar tugas pekerjaannya mendapat bantuan atau
dukungan dari masayarakat tersebut.
2.7 Kewenangan dan
kepemimpinan ( Authority and leadership )
Mary Parker Follet mengatakan
bahwa kewenangan dari pimpinan dapat hilang apabia ia ( pimpinan ) tidak
mendapat persesuaian dengan para bawahannya. Oleh karena itu Mary P. Follet
menganjurkan bahwa suatu kerja sama ( team work ) antara pimpinan dan bawahan
adalah mutlak. Kepemimpinan dan kewenangan bukan merupakan pengertian yang
tunggal ( single ) tetapi jamak ( plural ), karena menyangkut banyak orang yang
bekerja dalam organisasi itu. Kewenangan ( authority ) menurut Miss M.P.Follet
bukan kedudukan ( position ), bukan suatu hak yang legal ( menurut hukum ) dan
juga bukan sekedar menggapai orang-orang ataupun mengeluarkan perintah.
Kewenangan ( authority ) adalah usaha untuk mempengaruhi bawahan yang merupakan
suatu integritas atas dasar konsensus secara suka rela. Apabila bawahan
diberikan pengertian dengan kenyataan-kenyataan yang ada dan diajak berbicara
bersama dalam suatu situasi yang baik, tidak perlu perintah selalu diberikan,
tetapi dengan memberikan suatu prosedur kerja yang baik adalah lebih efektif
daripada selalu mengeluarkan perintah. Atas dasar teorinya ini Miss P. Follet
tidak hanya meletakan asas-asas hubungan antar manusia ( human relation ) dalam
administrasi / management, tetapi juga dari dinamika daripada kelompok
pekerjaan dan teknik daripada hubungan dan perhubungan yang modern.
Chester Barnard, mengatakan bahwa kewenangan terletak pada persetujuan
yang mempunyai daya kekuatan ( potentiality of assent ) yaitu yang tersebar
luas berujud kesetiaan, kesadaran anggota tentang tujuan bersama daripada
organisasi itu. Maksudnya ialah kesetiaan dan kesadaran melaksanakan tujuan
daripada suatu program, sekalipun mempunyai kewenangan yang nyata atau ( actual
power ) untuk mengambil keputusan yang terakhir dalam batasan wewenangnya. Jadi
jelaslah seperti hanya Miss Follet yang menyatakan bahwa kewenangan atau (
authority ) ada pada pekrjaan dan berada pada pekerjaan itu atau ( authority
belongs to the job and stand out the job ).
Kesimpulan daripada teori-teori tersebut ialah bahwa pemimpin harus
dapat membina kerjasama yang sebaik-baiknya, menyelenggarakan hubungan yang
bersifat tidak resmi diantara anggota, menyelenggarakan prosedur kerja,
pembagian kerja dan pendelegasian wewenanng dengan tanggung jawab yang
sebaik-baiknya atau ( division of work, delegation of authority with
responsibility )
Kepemimpinan dalam management
Kepemimpinan administratif dan kepemimpinan management ( Administrative
and managerial leadership )
Pemimpin tidak sinonim dengan kemampuan administratief, sebagai
pimpinan administratief ia mempunyai kemampuan sebagai administrator dalam arti
dapat menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya secara rasiona, tetapi sebagai
pemimpin mungkin kekurangan dalam bakat-bakatnya didalam mkenciptakan idea-idea
baru, lagi pula mungkin oleh bawahannya mungkin tidak begitu disukai.
Kepemimpinan pada umumnya mempunyai kemampuan / bakat untuk mempersatukan
orang-orang didalam organisasi itu, mempunyai daya kreasi, mempunyai
penemuan-penemuan baru ( inovasi ).
Sekalipun pemimpin itu tidak sinonim dengan kemampuan administratif,
tapi diharapkan jiwa kepemimpinannya dapat berada dalam bidang administratif
untuk mensukseskan tercapainya tujuan. Oleh karena itu kepemimpinan administratif
( administrative leadership ), diharapkan sebagai pemimpin yang mempunyai
kemampuan / bakat untuk mensukseskan tercapainya tujuan dengan inisiatif atau
kreasi-kreasi baru dan penemuan barunya seperti halnya pemimpin pada umunya.
Disamping itu masih terdapat apa yang dinamakan Kepemimpinan management
( managerial leadership ) yaitu pemimpin / manager yang mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan tercapainya tujuan dalam arti pelaksanaan yang bersifat
teknis operasional.
Kepemimpinan
birokrasi ( Bureaucratic leadership ).
Max Weber mengembangkan kepemimpinan
organisasi dalam bidang pemerintahan yang dinamakan Birokrasi ( Bureaucracy ).
Bentuk ini sebenernya tidak hanya terdapat dalam pemerintahan saja, tetapi juga
dalam organisasi niaga ( business ). Dalam bidang pemerintahan, kepemimpinan
itu dinamakan Kepemimpinan Birokrasi ( Bureaucratic leadership ).
Biasanya bila orang mendengar istilah “
birokrasi “ lalu ingatannya menggambarkan terhadap hal-hal yang jelek, karena
dianggap menghambat / penghalang. Sedangkan sebenarnya birokrasi adalah suatu
usaha untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah agar dianut dan dipatuhi oleh masyarakat sebagai usaha untuk
mengatur ketertiban dalam bidang administrasi pemerintahan.
Kepemimpinan birokrasi diartikan sebagai
kepemimpinan yang tunduk dan taat terhadap peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintahan.
Kepemimpinan
organisasi dan kepemimpinan pribadi ( Organizational and personal leadership ).
Kewenangan selalu ada dalam suatu organisasi maupun dalam pribadi
orangnya. Yang dimaksud dengan kepemimpinan Organisasi adalah manifestasi
daripada jabatan yang dibentuk dalam suatu organisasi. Sedangkan dalam
kepemimpinan pribadi ( personal leadership ) adalah sifat khusus daripada orang
yang menduduki jabatan didalam organisasi itu.
Seperti halnya kepemimpinan organisasi
dapat disamakan dengan kepemimpinan yang bersifat formal, sedangkan
kepemimpinan pribadi dapat disamakan dengan kepemimpinan yang bersifat
informal.
Kepemimpinan
yang formal dan yang tidak formal ( Formal and informal leadership ).
Kepemimpinan yang formal dimaksudkan
orang yang ditunjuk dalam suatu jabatan organisasi formal, dengan sistem
hierarkhi termasuk dengan tugas, susunan dan wewenangnya yang telah ditentukan.
Oleh karena ia menduduki jabatan tertentu dengan wewenangnya tertentu, maka ia
melakukan pelimpahan wewenang ( delegation of authority ) dalam organisasi itu.
Disamping itu ia dapat memberikan perintah, membuat keputusan, menetukan
kebijaksanaan, menetapkan hubungan, dan sebgainya yang mempunyai pengaruh
terhadap kegiatan daripada orang-orang yang terdapat dalam organisasi itu
A. Syarat-syarat,sifat-sifat,asas-asas,dan
prinsip-prinsip kepemimpinan.
Dibawah ini akan dikemukakan
syarat-syarat,sifat-sifat,asas-asas,dan prinsip-prinsip kepemimpinan yang
mungkin dapat diterapkan pada bidang kepemimpinan negeri sipil,perusahaan
negara, atau kepemimpinan pada bidang-bidang lainnya.
1. Syarat-syarat yang minimal harus
dimiliki oleh seorang pemimpin adalah:
·
Watak yang baik (karakter , budi,
moral)
·
Intelegensia yang tinggi
·
Kesiapan lahir dan batin
2. Syarat-syarat lainnya yang diperlukan
·
Sadar akan tanggung jawab
· Memiliki sifat-sifat
kepemimpinan yang menonjol
· Mengenal anak buahnya, memahami sepenuhnya akan sifat dan tingkah laku masing-masing dalam segala
macam keadaan, suasana dan pengaruh
· Paham akan cara bagaimana seharusnya mengukur dan menilai
kepemimpinannya.
2.8 Sifat-sifat Kepemimpinan
meliputi antara lain:
1.
Jujur
2. Berpengetahuan
3. Berani ( fisik dan moral )
4. Mampu mengambil keputusan
5. Dapat dipercaya
6. Berinisiatif
7. Bijaksana
8. Tegas
9. Adil
10. Menjadi tauladan
11. Tahan uji (ulet)
12. Loyalitas
13. Tidak mementingkan diri sendri
14. Antusias
15. Simpatik dan
16. Rendah hati
2.9 Asas –asas Kepemimpinan
a. TAQWA : Ialah beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan taat kepada-Nya.
b. ING NGARSA SUNG TULADA : ialah memberi suri tauladan
dihadapan anak buah.
c. ING MADYA MANGUN KARSA : Ialah ikut bergiat serta
mengubah semangat ditengah-tengah anak buah.
d. TUT WURI HANDAYANI: ialah mempengaruhi dan
memberikan dorongan dari belakang kepada anak buah.
e. WASPADA PURBA WASESA: ialah selalu waspada mengawasi serta sanggup dan berani memberi koreksi kepada anak buah
f.
AMBEK PARAMA ARTA : ialah dapat memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan
g. PRASAJA : ialah tingkah laku yang
sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
h. SATYA: ialah sikap loyal yang timbal
balik, dari atasan terhadap bawahan, bawahan terhadap atasan dan kesamping.
i.
GEMI NASTITI : ialah kesadaran dan kemampuan
untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatu kepada yang
benar-benar diperlukan.
j.
BELAKA : ialah kemauan, kerelaan dan
keberanian untuk mempertanggungjawabakan
k. LEGAWA: ialah kemauan, kerelaan dan
keikhlasan untuk generasi-generasi berikutnya.
2.10 Prinsip-prinsip Kepemimpinan
1.
Mahir dalam soal-soal teknis dan taktis
2.
Ketahui diri sendiri, cari dan
usahakan selalu perbaikan-perbaikan
3.
Yakinkan diri, bahwa tugas-tugas
dimengerti, diawasi dan dijalankan
4.
Ketahui anggota-anggota bawahan
dan juga pelihara kesejahteraan mereka.
5.
Usahakan dan pelihara selalu, agar
anggota mendapatkan keterangan –keterangan yang diperukan
6.
Berilah tauladan dan contoh yang
baik
7.
Tumbuhkan rasa tanggung jawab
dikalangan para anggota
8.
Atih anggota bawahan sebagai satu
tim yang kompak
9.
Buat keputusan-keputusan yang
sehat dan pada waktunya
10.
Berilah tugas dan pekerjaan
pimpinan ( komando ) sesuai dengan kemampuannya.
11.
Bertanggung jawab terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan
Prinsip-prinsip kepemimpinan tersebut,
seperti halnya asa-asas kepemimpinan, merupakan petunjuk-petunjuk yang harus
dipedomi oleh seorang pemimpin didalam melaksanakan operasional
kepemimpinannya. Oleh karena itu memahami dan memperaktekan prinsip-prinsip
kepemimpinan tersebut merupakan suatu keharusan. Namun demikian hasil
kepemimpinan seseorang tidaklah semata-mata tergantung kepada kemahiran
menggunakan asas-asas dan prinsip-prinsip kepemimpinan saja, melainkan masih
banyak faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi. Maka yang perlu diperhatikan
adalah penilaian keadaan yang tepat,
sehingga dapat menentukan tindakan kepemimpinan yang tepat terhadap situasi dan
kondisi yang tepat pula.
Prinsip-prinsip kepemimpinan sebagaimana
disebutkan diatas berlaku dan dapat diterapkan terhadinyap setiap tingkatan
pimpinan ataupun kesatuan/organisasi. Dengan sendiirinya memperkatekannya,
tingkat pimpinan maupun besarnya kesatuan yang dipimpinnya itu merupakan salah
satu faktor pula yang perlu diperhatikan.
2.11 Tipe-tipe Kepemimpinan
Dr. Sondnag P. Siagian menguraikan tipe-tipe pemimpin sesuai dengan pimpinan dalam
berbagai bentuk organisasi, menggolongkan tipe itu dalam lima golongan, yaitu :
1. Tipe pemimpin yang otokratis
2. Tipe pemimpin yang militeristis
3. Tipe pemimpin yang paternalistis
4. Tipe pemimpin yang karismatis dan
5. Tipe pemimpin yang demokratis.
Tipe otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang:
a. Menganggap organisasi sebagai
milik pribadi
b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasii
c. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnnya
f.
Dalam tindakan penggerakan sering
menggunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan punitif
(bersifat menghukum).
Sifat-sifat tersebut terliha jelas bahwa tipe pemimpin yang demikian
tidak tepat untuk suatu organisasi modern dimana hak-hak asasi manusia yang
menjadi bawahan itu harus dihormati.
Tipe Militeristtis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa
yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe miiteristis berbeda dengan seorang
pemimpin organisasi militer.
Seorang pemimpin yang bertipe
militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat :
a. Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering
dipergunakan.
b. Dalam menggerakan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya.
c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan.
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan.
e. Sukar menerima kritikan dari bawahannya.
f.
Menggemari upacara-upacara untuk
berbagai keadaan.
Terlihat dari sifat-sifat tersebut bahwa seseorang pemimpin yang
militeristis bukanlah seorang pemimpin yang ideal.
Tipe Paternalistis
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai
pemimpin yang paternalistis ialah seseorang yang:
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b. Bersikap terlalu meindungi ( overly protective )
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan.
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif
e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengenmbangkan
daya kreasi dan fantasinya.
f.
Sering bersikap maha tahu.
Harus diakui
bahwa untuk keadaan tertentu, seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan,
akan tetapi nsifat-sifatnya yang negatif mengalahkan sifat-sifatnya yang
positif.
Tipe Kharismatis
Hingga sekarang ini para sarjana belum berhasil menemukan sebab-sebab
mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui ialah bahwa pemimpin
yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu
sering pula tidak dapat menjeaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu.
Karenanya kurangnya pengetahuan tentang saba musabab seseorang menjadi
pemimpin yang kharismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang
demikian diberkahi dengan kekuatan gaib ( supernatural power ). Kekayaan umur,
kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma.
Ghandi bukanlah seorang yang kaya. Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang
fisik sehat. John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiiki kharisma,
meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi presiden Amerika
Serikat. Mengenai profil, Ghandi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang “
ganteng “.
Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin
yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena :
a. Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat
bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia.
b. Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organiasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari bawahannya.
c. Ia sering menerima saran, pendapat dan bahkan kritik-kritik dari
bawahannya.
d. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan.
e. Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibanding dan diperbaiki agar
bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, akan tetapi lebih berani
untuk berbuat kesalahan yang lain.
f.
Selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses daripadanya.
g. Berusaha mengembangkan kapasitas dari pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis
bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. Akan tetapi karena pemimpin yang
demikianlah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha
menjadi seorang pemimpin yang demokratis. Alvin
Brown dalam bukunya “ the social psychology
of industry “ memberikan konsep tipe-tipe kepemimpinan yang terbagi menjadi
3 ( tiga ) golongan besar. Adapun tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Yang pertama disebut tipe Pemimpin Otokratis yang mendasarkan atas
kekuasaan pada tangan seorang ( a one man orchestra )
Pemimpin
yang bersifat otokratis memperlihatkan ciri-ciri atau sifat-sifat sebagai
berikut : Dia memberikan perintah-perintah yang harus selalu diikuti,
menentukan kebijaksanaan kelompok masyarakatnya tanpa sepengetahuan / konsultasi
dengan mereka. Dia tidak memberikan penjelasan secara terperinci ( detailed )
tentang rencana yang akan datang, tetapi sekedar hanya mengatakan kepada
kelompok masyarakatanya, langkah-langkah yang mereka harus lakukan dan segera
dijalankan. Memberikan pujian bagi mereka yang selalu menurut kehendaknya dan
melontarkan kritik kepada mereka yang tidak mau mengikat kehendaknya. Ia selalu
jauh dengan kelompok masyarakatnya sepanjang masa.
2.
Yang kedua, disebut tipe Pemimpin Demokratis yang hanya memberikan
perintah setelah mengadakan konsutasi dahulu dengan kelompok masyarakatnya. Ia
mengetahui kebijaksanaannya hanya dapat dilakukan setelah dibicarakan dan
diterima oleh kelompok masyarakatnya. Ia tidak akan meminta anggota-anggota
masyarakatnya mengerjakan sesuatu tanpa terlebih dahulu memberitahukan
rencananya yang akan mereka lakukan. Baik atau buruk, benar atau salah adalah
persoalan kelompoknya ( corpsnya ), dimana masing-masing ikut serta
bertanggungj awab sebagai anggota dari pada keompoknya.
3.
Tipe yang ketiga, disebut tipe Pemimpin Liberal atau Laissez – Faire, yaitu kebebasan tanpa
pengendalian. Pemimpin disini tidak pernah memimpin / mengendalikan bawahan
sepenuhnya. Ia sendiri tidak pernah ikut serta dengan bawahannya, seolah-olah
tanpa ikatan antara pemimpin dengan bawahannya. Menurut Alvin Brown ketiga pemimpin ini dapat diperinci dan digolongkan
sebagai berikut :
1.
Pemimpin yang bersifat Otokratis (
Authocratic Leaders ), dibagi dalam:
a.
Otokrat yang kaku/rigid ( strict authocrat )
b.
Otokrat yang berkemauan baik (
benevolent authocrat )
c.
Otokrat yang belum mampu (
incompetent authocrat )
2.
Pemimpin yang bersifat Demokratis
( democratic leaders ) dibagi dalam :
a.
Demokrat yang murni ( genuine
democrat )
b.
Demokrasi yang semu ( pseudo
democrat )
3.
Pemimpin yang bersifat liberal
atau laissez – faire
Tipe Otokratis yang kaku /
rigid ( strict authocrat )
Sifat
kekakuan itu karena menurut pendapat / prinsipnya, bahwea usahanya itu atas
dasar perasaan tanggung jawab seseorang ( a one man show ). Oleh karena itu ia
tidak melimpahkan wewenangnya kepada bawahannya. Ia bertindak atas prinsip “
business is business “. Yang dikehendaki adalah keuntungan pribadinya.
Dikatakan, “ Orang yang tidak bekerja, tidak dibayar “ ( no work no pay ) dan
selalu berpedoman “ waktu adalah uang “. Pemimpin Otokratis yang kaku / rigid
ini biasanya terdapat dalam bidang Niaga atau Industri. Dalam bidang ini pada
umumnya sifat-sifat pemimpin yang demikian ini dapat berhasil 9 succes ),
sekalipun dengan pengorbanan terhadap unsur-unsur kemanusiaan.
Tipe Otokratis yang
berkemauan baik ( the benevolent authocrat )
Pemimpin
yang bersifat demikian ia merasa bahwa ia mempunyai tanggung jawab moral kepada
bawahannya, yang seolah-olah ia akan melakukan sesuatu yang baik. Ia
menghendaki agar bawahannya melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, dalam
bukan arti mereka ( bawahan ) melakukan apa yang mereka kehendaki, tetapi dalam
arti apa yang ia kehendaki dan inginkan. Tidak ada pertimbangan soa-soal
material yang dapat memberikan keuntungan atau kerugian, tetapi yang penting
mereka ( bawahan ) akan mendapatkan apa yang mereka peroleh dan kehendakinya.
Kepentingan bawahan walaupun bagaimanapun tidak mendapat penghargaan /
penilaian.
Tipe Otokratis yang belum
mampu ( the incompetent authocrat )
Sifat-sifat
pemimpin yang demikian itu dapat disamakan dengan apa yang disebut management
kekanak-kanakan ( baby in management ). Anak / baby adalah banyak tingkah,
tetapi tingkah lakunya karena tergantung seluruhnya pada perasaannya. Ia merasa
seorang yang berwenang / kuasa, tetapi selalu kuatir karena perasaannya itu. Kenyataannya
apabila ia memberikan perintah selalu diliputi perasaan kuatir, apakah
perintahnya dijalankan atau tidak. Tipe pemimpin semacam ini tidak termasuk
seorang yang kuat, tetapi lemah mentalnya, sehingga ia selalu mengeuh ketidak
puasan dengan mengatakan bahwa tidak ada orang yang dapat diberikan kepercayaan
atau tanggung jawab.
Tipe demokratis yang murni (
the genuine democrat )
Berlainan
dengan tipe otokrasi yang mendasarkan atas kekuasaan seseorang, tipe ini
melakukan pimpinan pekerjaan atas kehendak yang diinginkan bersama dengan
bawahannya. Ia menyadari bahwa pekerjaan bukanlah tanggung jawab seorang
pemimpin saja. Oleh karena itu ia melimpahkan wewenangnya kepada semua tingkat
pimpinan sampai tingkat terbawah sekalipun. Bawahan mengetahui apa yang harus
mereka kerjakan, atas dasar kesadarannya dengan tanpa keragu-raguan mereka
melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, sekalipun pemimpin itu tidak berada
di tempat. Hal ini adalah cukup menjamin bagi bawahan yang tidak selalu
melaporkan kepada atasan apakah pekerjaan yang mereka lakukan mendapat
persetujuan atau tidak.
Tipe demokratis yang semu
(the pseudo democrat)
Tpe
pemimpin semacam ini tidak banyak berbeda dengan tipe pemimpin yang disebut
managemen kekanak-kanakan (baby in management), hanya bedanya tipe ini
mempunyai sifat-sifat selau adanya kekuatiran bahwa pekerjaan akan salah
(penitence), penuuh emosi sehingga mudah tersinnggung (sentimental) dan
kadang-kadang mempunyaikegembiraan yang tanpa batas, seperti orang mabok
(convivial). Ia selalu berusaha menanamkan pengertian seolah-olah adanya rasa
kesatuan diantara mereka.
Tipe pemimpin yang liberal
(laissez faire type of leader)
Tipe
lain di samping bersifat otokratis dan demokratis ialah tipe liberal atau
laissez faire.
Liberal
(laissez faire) artinya tanpa ikatan. Pemimpinyang mempunyai sifat-sifat
liberal ini adalah pemimpin yang kurang bertanggungjwab pada kelompoknya.
Bawahanya (kelompoknya) dibiarkan berbuat sekehendaknya, tanpa adanya
pengawasan/pengendalian. Segala sesuatu dipercayakan kepada bawahannya, karena
alasan kesibukannya. Pekerjaan bawahannya kurang terarah, simpang siur, karena
tanpa adanya pengarahan dan bimbingan.
Teori dan konseps
kepemimpinan
a.teori
kontingensi daripada kepemimpinan fiedler (contingency theory of leadership).
Teori
kontingensi mengaggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung denegan situasi tugas
kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya
kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut fiedler, seorang menjadi pemimpin
bukan karrena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai
faktor situasi dan adanya interaksi antara pemimpin dan situasinya.
Dimensi-dimensi
kritis daripada situasi kepemimpinan.
Sebagai
landasan studinya,fiedler menemukan 3 dimensi kritis daripada
situasi/lingkungan yang mempengaruhi gaya pemimpin yang sangat efektif, yatiu :
·
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan
(position power)
Kekuasaan
atas daar kedudukan/jabatan dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe
kepemimpinan yang kharismatik, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan
atas kekuasaan inii seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang
dapat diperintah/dipimpin. Karena ia bertindak sebagai seorang manager, dimana
kekuasaan ini dperoleh berdasarkan atas kewenangan organisaasi (organizational
authority). Dalam hubungan ini bahwa seorang pemimpin yang mempunyai kekuasaan
atas dasar kedudukan/jabatan yang jelas, akan ebih mudah memperoleh pengikut
yang lebihbaik dibandingkan dengan seorang pemimpin tanpa sesuatu kekuasaan
apa-apa.
·
Struktur tugas (task structur)
Pada
dimensi ini fieldler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci
secara jelas dan orang-orang diserahi tanggung jawab terhadapnya, akan
berlainan dengan situasi dimana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure)
dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada
penyelenggaraaan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota
kelompok dapat lebih jelas pertanggung jawabannya dalam pelaksanaan kerja,
daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas/kabur.
·
Hubungan pemimpin dan anggota
kelompok
Dalam
dimensi ini fiedler mengaggap sangat penting dari sudut pandang seorang
pemimpin, apabila kekuasan atas dasar kedudukan/jabatan dan struktur tugas
dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha/organisasi dan
selama angota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap
pemimpinnya dan suka mengikuti kepemimpinannya.
b.
Sistem manajemen daripada rensis
likert (likert’s system of management).
Likert
telah mengembangkan suatu konsep tertentu dan pentingnya pendekatan untuk
mengartikan prilaku kepemimpinan (leadership behavior). Ia mengenalkan
konsepsinya yang disebut managemen partisipasi ( participative management).
Dalam
garis beras daripada hasil penelitiannya dan untuk kejelasan daripada
konsepsinya, likert menganggap adanya empat sistem daripada managemen.
Sistem
1 managemen dilukiskansebagai “exploitive-authoritative”, artinya kewenangan
yang bersifat eksploitif, atau kewenangan mutlak. Dalam sistem management
semacam ini para manajer bersifat otokratis (autocratic). Tipe kepemiminan
otokratis artinya mendasarkan atas kehendak atau kemauan sendiri dari para
manajer.
Oleh
karena itu manager/pemimpin yan demikian ini kurang mempercayai terhadap
bawahannya. Ia memberikan motivasi terhadap bawahannyamelalui ancaman dan
hkuman, disertai kadang-kadang pemberian penghargaan. Suka melakukan komunikasi
dari atas ke bawah, dan membatasi pemgambilan keputusan hanya pada tingkat
pimpinan. Atas san sering memperlihatkan ciri-ciri yang semacam itu.
Sistem
2 managemen itu disebut “benevolent authoritative”. Managemen ini berlainan
dengan yang pertama. Bila yang pertama managemen itu didasarkan atas kewenangan
eksploitif atau absolut (mutlak), maka managemen kedua ini didasarkan
kewenangan menurut kebaikan hati. Maksud kewenangan benevolent ini manajer
/pemimpin ingin berbuat baik terhadap bawahannya. Oleh karena itu para manajer
memberikan kebebasan kepada bawahannya dan menyerahkan kepercayaan sepenuhnya
terhadap bawahannya, dengan memberikan motivasi berupa penghargaan(award), dan
kadang-kadang sekedar ancaman dan hukuman. Ia memberikan keleluasaan untuk
melakukan komunikasi dari bawah ke atas dengan meminta ide dan pendapat dari
bawahannya, dan melimpahkan oengambilan keputusan oleh bawahannya tetapi dengan
pengawasan kebijaksanaan yang ketat.
Sistem
3 managemen diartikan sebagai suatu “ consultative” atau konsultasi”. Para
manager ini pada hakikatnya tidak mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap
bawahannya. Biasanya para manajer mencoba untuk mempergunakan ide-ide atau
pendapat-pendapat bawahannya secara konstruktif (bersifat membangun).
Mempergunakan motivasi terhadap bawahannya dengan suatu penghargaan,
jkadang-kadang hukuman dan kadang-kadang partisipasi. Melakukan kebijaksanaan
yag lebh luas, pengambilan keputusan terhadap hal-hal yang bersifat umum
dilakukan oleh pimpinan tingkat bawah dan melakukan konsultasi dalam hal-hal
yang lain bila diperlukan.
Sistem
4 managemen sebagai yang sangat partisipatif daripada seluruh sistem ini
dikenal sebagai “participative group” atau “kelompok partisipatif”. Dalam
sistem 4 ini, para manager mempunyai kepercayaan sepenuhnya dalam semua
hal/masalah kepada bawahannya, selau ingin mendapat ide dan pendapat-pendapat
dari bawahnya dan mempergunakan secara konstruktif terhadap mereka. Memberikan
penghargaan yang bernilai ekonmis berdasarkan atas partisipasi keompok dan
melibatkan dalm bermcam-macam bidang, misalnya penentuan sasaran dan penilaian
kemajuan terhadap sasaran. Melakukan
banyak komunikasi baik ke bawah maupun ke atas. Mendorong pengambilan keptusan
melalui seluruh jaringan organisasi dan di samping itu mendorong melakukan
kegiatan diantara mereka dan dengan bawahannya sebagai suatu kelompok.
Pada
umumnya likert menemukan bahwa para manjer yang menerapkan pendekatan dengan
sistem 4 ini terhdap kegiatan usahanya lebih memperoleh sukses yang besar
sebagai pemimpin. Sementara itu ia menemukan upla bahwa departemen-departemen
pemerintah dan perusahaan swasta yang managemennya melakukan pendekatan dengan
sistem 4 ini pada umumnya lebih produktif dan lebih efektif penentuan sasaran
dan pencapaiannya.
Pengaruh Pemimpin Dalam Proses Terbentuknya Budaya
Organisasi
Faktor
|
Budaya
Organisasi
|
Pemimpin
|
Pemimpin mengambil dan
mempertahankan bawahan-bawahan (anggota-anggota) yang berpikir dan merasakan
cara yang mereka lakukan,
|
Pemimpin
|
mengindoktrinasi dan
mensosialisasikan cara berpikir dan cara merasakan mereka,
|
Pemimpin
|
perilaku pemimpin sendiri adalah
model peran yang mendorong anggota untuk mengidentifikasi dan
menginternalisasi keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi mereka.
|
Sumber :Schein (dalam Hesselbein,
Goldsmith dan Beckhard, 1996)
Komentar
Posting Komentar