materi^hubungan pusat dan daerah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
latar belakang
asas penyelenggaraan pemerintah daerah terdiri atas asas desentralisasi,
asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Dari ketiga asass tersebut
pembahasan terhadap asas desentralisasi sudah sedemikian luas dan mendalam,
demikian pula dngan asas dekonsentrasi sekalipun pembahasannya tidak seluas
asas desentralisasi. Sedangkan pembahasan mengenai asa tugas pembantuan masih
raltif terbatas.
Maka dari itu, kami berusaha untuk mencoba mengkaji mengenai asas tugas
pembantuan. Ketiga asas yang telah disebutkan memiliki arti penting yang sama
dan memiliki tujuan yang sama pula yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat daerah, ibaratkan sebuah sistem ketiga asas tersebut secara
fungsional saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya sehingga mendapat
perhatian yang seimbang.
Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah untuk lebih meningkatkakn
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum
kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan kewajiban pemerintah untuk
mensejahterakan masyarakat. Selain itu tugas pembantuan juga bertujuan untuk
memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu
mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan
karakteristik daerah dan desa tersebut. Karena melihat pula bahwa tidak semua
kewenangan dapat dilaksanaan melalui asas desentralisasi maupun asas
dekonsentrasi.
Sedangkan Desa dan Daerah Kabupaten/Kota sebagai organisasi pemerintahan
yang paling dekat dengan masyarakatnya dan dapat dijadikan ukuran atau parameter
bagi masyarakat dalam menilai kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dengan
kata lain baik buruknya kinerja pemerintah daerah dalalm baik dilihat dari
berbagai segi tentunya akan berimbas terhadap citra masyarakat kepada
pemerintah pusat, karena pada dasarnya pemerintah sebagai penanggungjawab
kemajuan wilayah dan kesejahteraan rakyat perlu untuk memberikan tugas
pembantuan kepada daerah dan desa.
1.2
Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk memenuhi tugas kelompok matakuliah
Hubungan Pusat dan Daerah
b.
Memahami arti dan maksud asas tugas pembantuan
1.3
identifikasi penulisan
a.
memahami asas tugas pembantuan dalam pandangan
teoretis
b.
memahami pengertian dan implementasi tugas
pembantuan dari waktu ke waktu
c.
pola pemberian tugas pembantuan
d.
dana tugas pembantuan
e.
desain implementasi kebijakan tugas pembantuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 memahami asas tugas pembantuan dalam pendangan teoretis
Istilah tugas pembantuan secara tegas dan formal pertama
kali digunakan pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974. Pada peraturan
perundang-undangan sebelumnya lebih banyak digunakan istilah medebewind atau
zelfbestuur. Menurut Koesoemahatmadja (koswara, 1999 : 58), medebewind atau
zelfbestuur sebagai pemberian kemungkinan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih atas untuk minta
bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar
menyelengaraan tugas atau urusan rumah tangga (daerah yang tingkatannya lebih
atas tersebut).
Istilah zelfbestuur merupakan padanan dari kata
selfgoverment yan di Ingggris diartikan sebgai segala kegiatan pemerintahan
ditiap bagian dari Inggris yang dilakukan oleh wakil-wakil dari yang
diperintah. Dalam menjalankan medebewind itu, urusan-urusan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah masih tetap merupakan urusan pusar cq.
Daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang
dimintakan bantuan. Akan tetapi, cara daerah otonom yang dimintakan bantuan itu
melakukan pembantuannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah itu sendiri.
Lebih lanjut Koesoemahatmadja (dalam Koswara, 1999 : 59)
menyatakan sebagai berikut :
Jika ternyata ada daerah yang tidak menjalankan tugas
bantuannya atau tidak begitu baik melakukan tugasnya, sebagai sanksinya
pemerintah pusat/daerah yang minta bantuan hanya dapat menghentikan perbuatan
dari daerah yang dimintakan bantuan, untuk selanjutnya dipertimbangkan tentang
pelaksanaan kepentingan atasan termasuk dengan jalan lain, dengan tidak
mengurangi hak pemeintah pusat/daerah yang minta bantuan untuk menuntut
kerugian dari daerah yang melakukan kewajibannya.
dalam menjalankan medebewind, urusan yan dilaksanakan oleh
pemerintah daerah masih tetap merupakan urusan pusat atau daerah yang lebih
tinggi tingkatannya, dan tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah,
sepanjang masih berstatus sebagai medebewind. Oleh karenanya, kebijaksanaan dan
pembiayaan tetap ada pada pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya.
Menurut husein (2003) , tugas pembantuan berarti ikut
sertanya daerah otonom dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peraturan pusat.
Lebih jauh diungkap oleh Koesoemahatmadja (1979) bahwa, dalam menjalankan tugas
pembantuan tersebut urusan yang dijalankan oleh pemrintah daerah masih tetap
merupakan urusan pusat, tidak beralih menjadi urusan pemerintah daerah yang
dimintakan bantuan. Akan tetapi, dalam cara pelaksanaannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah yang menerima tugas pemabantuan.
Kosnep tugas pembantuan menurut koswara (2003), adalah
penugasan dengan kewajiban mempertanggungjawabkan pelaksanaannya keapda yang
menugaskannya. Sedangkan menurut Joeniarto (1979 : 31) , disamping pemerintah
local/daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangga urusan-urasan rumah
tangganya sendiri, kepadanya dapat pula diberi tugas-tugas pemabntuan
(medebewind).
Adapun tugas pembantuan adalah tugas ikut melaksanakan
urusan-urusan pemerintah pusat atau pemerintah local yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangga tingkat atasannya (Joeniarto, 1979 : 31). Selanjutnya
menurut Bayu Surianingrat (1992 : 59) bahwa tugas pemabantuan tidak beralih
menjadi ursan yang diberi tugas, tetapi tetap merupakan urusan pusat atau
pemerintah tingkat atasnya yang memberi tugas. Pemerintah dibawahnya sebagai
penerima tugas tanggungjawab kepada yang bersangkutan. Tugas pembantuan tidak
diberikan kepada pejabat pemerintah yang ada didaerah, melainkan kepada
pemerintah daerah, karenanya bukanlah suatu dekonsentrasi, tetapi bukan pula
suatu desentraslisasi karena urusan pemerintah yang diserahkan tidak menjadi
urusan rumah tangga daerah. Lebih lanjut Bagir Manan (2001 : 147) mengemukakan
bahwa durusan rumah tangga dalm tugas pembantuan hanya mengenai tata cara
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dibantu, sedangkan subtansi tetap ada
satuan pemerintahan yang diabntu.
Baik dalam otonomi otonomi maupun tugas pembantuan, daerah
sama-sama mempunyai kebebasan mengatur dan menyelenggarakan urusan tersebut
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan
dan kepentingan umum. Dari berbagai peraturan perundang-undangan pendapat para
ahli sebagaimana dikemukakan di atas, dapat ditarik pemahaman bahwa inisiatif
pemberian tugas pembantuan selalu datang dari pemberi tugas. Mengacu kepada
pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat dijelaskan mengenai ciri-ciri
pelaksanaan tugas pembantuan yaitu sebagai berikut :
·
buakn transfer kewenangan maupun delegasi
kewenangan, melainkan pemberian bantuan pelaksanaan tugas yang bersifat
opersional.
·
Kwewnangan tetap melekat pada institusi pemberi
tugas.
·
Disediakan dana, sarana dan prasarana , serta
personil yang diperlukan.
·
Personil pelaksanaan maupun sarana prasarana
sebagian besar berasal dari institusi penerima tugas supaya efektif dan efisien
(sumber : sadu wasistiono, 2001)
2.2 memahami pengertian dan implementasi tugas pembantuan
dari waktu ke waktu
1.
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1948
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 1948 tentang pemerintahan Daerah yang ditetapkan di Yogyakarta pada
tanggal 10 Juli 1948 memiliki tubuh terdiri dari 47 pasal dan 2 pasal terakhir
merupakan aturan peralihan.
Pada UU tersebut hanya digunakan dua asa
penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu :
a.
Pemerintahan daerah yang berdasarkan hak otonom
dan
b.
Pemerintah daerah yang berdasrkan pada hak
medebewind (tugas pembantuan)
Pada dasarnya, pemerintahan daerah
berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah pusat akan
menentukann kewajiban (pekerjaan) mana saja yang dapat diserahkan kepada
daerah. Pola penyerahan tersebut yang kemudian membedakan apakah dikategorikan
hak otonom atau tugas pemabantuan.
Pola yang pertama merupakan pola
penyerahan penuh, artinya asas-asas dan cara menjalankan kewajiban (pekerjaan)
diserahkan sepenuhnya (menjadi hak otonom) kepada daerah. Sementara pola kedua
merupakan pola penyerahan tidak penuh, artnya penyerahan hanya mengenai cara
menjalankan saja, sedangkan prisip (asas-asas) ditetapkan oleh pemerintah pusat
sendiri (hak medebewind). Namun demikian, hak medebewind tersebut jangan diartikan
sempit terbatas hanya menjalankan perintah dari atas saja. Karena pemerintah
daerah masih berhak mengatur cara pelaksanaan (menjalankan) sesuai dengan
keinginan sendiri.
2.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1957
Pada UU Nomor 1 Tahun 1957 ada beberapa
pasal yang mengatur tentang pembantuan (medebewind) yaitu pasal 32, 33 dan 34.
Pada pasal 32 disebutkan bahwa : dalam
peraturan pembentukan atau berdasarkan atas dengan peraturan undang-undang
lainnya kepada pemerintah daerah dapat ditugaskan pembantuan dalam hal menjalankan
peraturan-peraturan tersebut. Sementara itu pada pasal 33 dikemukakan bahwa :
dengan peraturan daerah dapat itugaskan kepada pemerintah daerah tingkat
bawahan untuk memberi pembantuan dalam hal menjalankan peraturan daerah,
artinya selain pemerintah pusat, suatu daerah dapat juga menyerahkan
kewajibannya kepada daerah di bawahannya untuk menjalankan tugas pembantuan.
3.
Menurut UU Nomor 18 Tahun 1965
Pelaksanaan urusan-urusan pemeirntah pusat
atau pemerintah daerah setingkat lebih atas dapat dilakukan di daerah dngan
sebaik-baiknya apabila pemerintah daerah yang bersangkutan diikutsertakan ,
maka selain pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah adalah
selayaknya apabila dipergunakan sebanyak mungkin tugas pembantuan (medebewind)
yang dilaksanakan oleh daerah.
Pada UU No. 18 Tahun 1965, asas
pemerintahan berupa tugas pembantuan (medebewind) tidak disebutkan secara
eksplisit pada pasal-pasal nya. Akan tetapi secara tersirat, pelaksanaan tugas
pembantuan dimungkinkan sebagaimana yang tercantum pada pasal 24. Dalam pasal
24 ditentukan agar peraturan perundang-undangan pusat atau daerah setingkat
lebih atas, sedapat mungkin menyerahkan pelaksanaan urusan rumah tangga daerah
setingkat lebih atas (sebagian atau seluruhnya) sebagai tugas pembantuan kepada
daerah yang ditunjuk oleh dan dalam peraturan-peraturan tersebut. Dengan
demikian, pada UU No. 18 Tahun 1965 dimungkinkan pemberian hak tugas pembantuan
(medebewind) artinya kepada daerah bukan saja diberi hak-hak otonomi untuk
mengurus dan mengatur rumah tangga nya sendiri, tetapi juga diberi tugas
kewajiban untuk melaksanakan peraturan-peraturan perundang-undangan yang bukan
saja dtetapkan oleh pemerintah pusat tetapi juga ditetapkan oleh pemerintah
daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
4.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974
Dalam pasal 1 huruf d Undang-undang No. 5
Thun 1974 dikemukakan bahwa yang dimaksudd dengan Tugas Pembantuan adalah :
Tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan
kepada pemerintah daerha oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya
dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Selanjutnya pasal 12 ayat 1 sampai dengan
ayat 3 menyebutkan bahwa dengan peraturan prundang-undangan, pemerintah dapat
menugaskan kepada pemeritah daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan.
Kemudian dengan peraturan daerah pemerintah tingkat 1 dpat menugaskan kepada
pemerintah tingkat II untuk melaksanakan urusan tugas pemabantuan. Pemberian
urusan tugas pembantuan yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut disertai dengan
pembiayaan.
5.
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999
Menurut pasal 1 huruf (g) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa tugas pembantuan adalah : “penugasan dari
pemerintah keapda daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanaan
tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskan”.
Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa
pengaturan tugas pembantuan menurut UNdang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 lebih
luas dan rinci disertai hak dan kewajiban yang seimbang antara pemberi dan
penerima tugas. Hal lain yang mneonjol dlam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
bahwa tugas pembantuan secara eksplisit diberikan kepada desa.
Menurut pasal 99 butir c Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 dikemukakan bahwa desa memiliki kewenangan untuk melaksanakan
ugas pemabntuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan tau pemerintah
kabupaten. Selanjutnya pada pasal 100 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
dikemukakan bahwa “tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan
atau pemerintah kabupaten kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia.
Menurut sadu wasistiono (2001 : 25) menjelaskan tentang arah
pemberian tugas pembantuan:
a.
Pemerintah pusat dapat memberi tugas pembantuan
kepada daerah (propinsi, kabupaten, kota) dan desa.
b.
Pemerintah propinsi tidak dapat memberi tugas
pembantuan kepada kabupaten dan kota, tetapi hanya pembantuan kepada desa. Hal
ini karena adanya pasal 4 ayat (2) yang menyebutkan tidak adanya hubungan
hierarki antara daerah propinsi dengan daerah kabupaten/kota.
c.
Kabupaten dapat memberi tugas pembantuan kepada
desa, sedangkan kota tidak dapat memberi tugas pembantuan kepada desa mengingat
wilayah desa tidak ada dalam kota, hal ini sesuai dengan pasal 126 ayat (2) UU
tahun 1999 yang menyatakan bahwa desa-desa yang ada dalam wilayah kotamadya,
kotamadya administrasi dan kota administrasi berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974
pada saat mulai berlakunya undang-undang ini ditetapkan sebagai kelurahan.
Selanjutnya pada pasal 100 Undang-Undang 22 Nomor 1999 dikemukakan bahwa “tugas
pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan atau pemerintah kabupaten
kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia “. Akan tetapi, pengertian pembiayaan, sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia tidak diartikan disediakan semuanya oleh institusi pemberi
tugas. Kecuali pembiayaan, penyediaan sarana, prasarana serta sember daya
manusia diberikan sesuai dengan kebutuhan sesuai prinsip efektifitas dan efisiensi
kalu sengaja disediakan oleh institusi pemberi tugas sama artinya dengan tugas
tersebut dikerjakan sendiri.
lebih jauh pula, sadu wasistiono (2001)
mengungkapkan bahwa, penyelenggaraan asas tugas pembantuan adalah cerminan dari
sistem dan prosedur penugasan pemerintah kepada daerah dan desa, serta
penugasan propinsi dan atau kabupaten kepada desa untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan dan pembangunan yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasaarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya
dan mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi tugas. Tugas pembantuan ini
diselenggarakan kaeran tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat
dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi.
d.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004
Secara konstitusional,asas tugas pembantuan
merupakan salah satu asas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Hal ini
diatur secara jelas di dalam pasal 18 A UUD 1945 Amandemen. Menurut pasal 1
butir 9 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan tugas pembantuan adalah :
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah propinsi
kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pasal 2 ayat (2) UU 32 Tahun 2004 antara
lain menyebutkan bahwa “pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri
pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan”. Lebih lanjut di
dalam pasal 10 ayat (2) dikemukakan bahwa : “dalm menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan
otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan.
Di dalam pasal 20 ayat (2) dikemukan bahwa :
“ dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantua dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Serta pada pasal 20 ayat (3) dikemukakan bahwa :” dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintah daerha menggunakan asas
otonomi daerah dan tugas pembantuan”.
2.3 pola pemberian tugas pembantuan
Berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan mengenai
pemerintahan daerah maupun teori tentang pemerintah daerah dapat dirumuskan
hakekat tugas pembanguan yaitu sebagai berikut :
1)
Tugas pembantuan adalah tugas membantu
menjalankan urusan pemerintahan dalam tahap implementasi kebijakan yang
bersifat operasional baik bersifat fisik maupun non-fisik;
2)
Urusan pemerintah yan ditugas pembantuankan
adalah yang menjadi kewenangan dari institusi yang menugaskkannya;
3)
Kewenangan yang dapat ditugaspembantuankan
adalah kewenangan yang bersifat atributif, sedangkan kewenangan yang bersifat
delegatif tidak ditugaspembantuankan kepada institusi lain;
4)
Urusan pemerintah atau pemerintah daerah yang
ditugaspembantuankan tetap menjadi kewenangan dari institusi yang
menugaskannya;
5)
Kebijakan, strategi, pembiayaan, sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia disediakan oleh isntitusi yang
menugaskannya;
6)
Kegiatan operasional diserahkan sepenuhnya pada
institusi yang diberi penugasan, sesuai dengan situasi, kondisi serta
kemampuannya;
7)
Institusi yang menerima penugasan diwajibkan
melaporkan dan mempertanggungjawabkan mengenai urusan pemerintahan yang
dikerjakannya kepada institusi yang menugaskannya.
Selama ini tugas pembantuan hanya
dilakukan satu aarah yakni dari isntitusi pemberi tugas kepada institusi
penerima tugas. Hal ini sejalan dengan model pemerintahan yang bersifat
sentralistik, sehingga arahnya bersifat top down,. Pada era desentralisasi
sekarang ini perlu dikembangkan inisiatifnya dari institusi yang akan menerima
tugas, sehingga sifatnya bottom up. Sehubungan dengan hal dimaksud, berikut
dijelaskan tentang tata cara atau mekanisme penyelenggaraan tugas pembantuan,
baik inisiatif datangnya dari pemberi maupun penerima tugas pembantuan, sebagai
berikut :
a)
Pola pemberian tugas pembantuan dari pemerintah
kepada provinsi
1)
Tata cara tugas pembantuan dari pemerintah pusat
kepada provinsi (inisiatif dari departemen teknis pusat) yaitu sebagai berikut
:
·
Departemen dan lembaga pemerintah Non Departemen
memberitahukan kepada gubernur mengenai rencana pemberian tugas pembantuan;
·
Sekretaris daerah atas nama gubernur
melaksanakan rapat koordinasi dengan dinas/lembaaga terknis;
·
Hasil rakor disampaikan kepada gubernur,
kemudian gubernur memberitahukan mengenai persetujuan pelaksanaan tugas
pembantuan kepada departemen dan lembaga non departemen yang merencanakan
memberi tugas pembantuan.
2)
Tugas pembantuan dari pemerintah pusat kepada
provinsi (inisiatif provinsi) :
·
Perangkat provinsi (dinas/lembaga teknis)
mengientarisasi kegiatan dan kewenangan pemerintah pusat yang mungkin dapat
ditugaspembantuankan baik secara tetap maupun temporer;
·
Hasil iventarisasi dilaporkan kepada gubernur
melalui sekretaris daerah;
·
Gubernur menugaskan sekretaris daerah untuk
membahas usulan dari dinas/lembaga teknis melaui rapat koordinasi;
·
Hasil rapat koordinasi tersebut oleh gubernur
diusulkan kepada menteri/pimpinan lembaga non departemen mengenai kemungkinan
tugas pemabantuan dibidang tertentu;
·
Gubernur selanjutnya menunggu kemungkinan adanya
tugas pembantuan dari pemerintha pusat berdasarkan usulan dari pemerintah
provinsi.
b)
Pola pemberian tugas pembantuan dai pemerintah
kepada kabupaten/kota
1.
tata cara tugas pembantuan dari pemerintah pusat
kepada kabupaten/kota (inisiatif dari departemen teknis pusat) yaitu :
·
departemen dan lembaga pemerintah non departemen
memberitahukan kepada bupati/walikota mengenai rencana pemberian tugas
pembantuan;
·
sekretaris daerah atas nama bupati/walikota
melaksanakan rapat koordinasi dengan dinas/lembaga teknis;
·
hasil rakor disampaikan kepada bupai/walikota,
kemudian bupati/walikota memberitahukan mengenai persetujuan pelaksanaan tugas
pembantuan kepada departemen dan lembaga non departemen yang merencanakan
memberi tuugas pembantuan dnga tembusan kepada gubernur.
2.
Tata cara tugas pembantuan dari pemerintah pusat
kepada kabupaten/kota (inisiatif dari kabupaten/kota) :
·
Perangkat kabupaten/kota (dinas/lembaga teknis)
menginventarisasi kegiatan dan kewenangan pemerintah pusat yang mungkin dapat
ditugaspembantuankan baik secara tetap maupun kontmporer;
·
Hasil inventarisasi dilaporkan kepada
bupati/walikota melalui sekretaris daerah;
·
Bupai/walikota menugaskan sekretaris daerah agar
membahas usulan dari dinas/lembaga teknis melalui rapat koordinasi;
·
Hasil rapat koordinasi tersebut oleh
bupati/walikota diusulkan kepada meneri/peimpinan lembaga non departemen
mengenai kemungkinan tugas pembantuan dibidang tertentu dengan tembusan kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerrah;
·
Bupai/walikota selanjutnya menunggu kemungkinan
adanya tugas pembantuan dari pemerintah pusat berdasarkan usulan dari
pemerintah kabupaten/walikota.
c)
Pola pemberian tugas pembantuan dari pemerintah
kepada desa
1.
Tata cara tugas pembantuan dari pemerintah pusat
kepada desa (inisiatf dai departemen teknis pusat) sebagai berikut :
·
Departemen dan lembaga pemerintah non departemen
memberitahukan kepada desa mengenai rencana pemberian tugas pembantuan kepada
desa melalui bupati dengan tembusan ditujukan kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah;
·
Kepala desa memberikan informasi kepada badan
perwakilan desa tentang perihal tugas pembantuan dari pemerintah;
·
Kepala desa melaksanakan rapat koordinasi dengan
seluruh aparat desa;
·
Hasil rapat koordinasi oleh kepala desa kemudian
diberitahukan mengenai persetujuan pelaksanaan tugas pembantuan kepada
departemen dan lembaga non departemen yang merencanakan memberi tugas
pembantuan melalui bupati dengan tembusan ditujukan kepada gubernut sebagai
wakil pemerintah pusat di daerah.
2.
Tata cara pemberian tugas pembantuan dari
pemerintah pusat kepada desa (inisiatif dari desa) :
·
Kepala desa beserta perangkatnya
menginventarisasi kegiatan dan kewenangan pemerintah pusat yang mungkin dapat
ditugaspembantuankan baik secara tetap maupun temporer;
·
Hasil investigasi dibahas melaluui rapat
koordinasi di tingkat desa;
·
Hasil rapat koordinasi tersebut oleh kepala desa
diusulkan kepada menteri/pimpinan lembaga non departemen mengnai kemungkinan
tugas pembantuan di bidang tertentu melalui bupati dengan tembusan ditujukan
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah;
·
Kepala desa sellanjutnya menunggu kemungkinan
adanya tugas pembantuan dari pemerintah pusat berdasarkan usulan dari desa.
d)
Pola pemberian tugas pembantuan dari provinsi
kepada Desa
1.
Tata cara tugas pembantuan dari provinsi kepada
desa (inisiatif dari provinsi) yaitu sebagai berikut :
·
Dinas/Lembaga Teknis sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing mengusulkan kepada gubernur melalui sekretaris daerah mengenai
rencana pemberian tugas pembantuan yang diserahkan ke desa;
·
Tembusan ditujukan kepada Bappeda dalam
pembahasan RAPBD, berisi kegiatan-kegiatan yang akan ditugaspembantuankan
termasuk kemungkinan pemberian anggaran;
·
Sebelum dimintakan persetujuan kepada Gubernur,
Dinas/Lembaga Teknis mengadakan rapat koordinasi dengan Desa-desa yang akan
diberi tugas pembantuan;
·
Setelah ada persetujuan dari desa masing-masing,
baru diusulkan pelaksanaan persetujuan kepada gubernur;
·
Gubernur membuat surat keputusan tentang tata
cara pemberian tugas pembantuan kepada desa yang dilampiri dengan rincian
kegiatan pembiayaan, sarana dan prasarana serta SDM (sumber daya manusia).
2.
Tata cara tugas pembantuan dari provinsi kepada
desa (inisiatif dari desa) yaitu sebagai berikut :
·
Kepada desa beserta perangkatnya
menginventarisasi kegiatan dan wewenang provinsi yang mungkin dapat
ditugaspembantuankan baik secara tetap maupun permanen;
·
Hasil dari inventarisasi dibahas melalui rapat
koordinasi di tingkat desa;
·
Hasil rapat koordinasi tersebut oleh kepala desa
diusulkan secara berjenjang melalui camat dan bupati kepada gubernur mengenai
kemungkinan tugas pembantuan di bidang tertentu;
·
Kepala desa selanjutnya menunggu kemungkinan
adanya tugas pembantuan dari provinsi berdasarkan usulan dari desa.
e)
Pola pemberian tugas pembantuan dari kabupaten
kepada desa
1.
Tata cara tugas pembantuan dari kabupaten/kota
kepada desa (nisiatif dari kabupaten/kota) yaitu sebagai berikut :
·
Dinas / lembaga teknis mengusulkan kepada bupati
melalui sekretaris daerah mengenai rencana pemberian tugas pembantuan yang
diserahkan ke desa;
·
Tembusan ditujukan kepada Bappeda dalam
pembahasan RAPBD, berisi kegiatan-kegiatan yang akan ditugaspembantuankan untuk
kemungkinan pemberian anggaran;
·
Sebelum dimintakan persetujuan bupati,
dinas/lembaga teknis mengadakan koordinasi dengan desa-desa yang akan diberi
tugas pembantuan;
·
Setelah ada persettujuan dari desa masing-masing
baru diusulkan pelaksanaan persetujuan kepada bupati.
2.
Tata cara tugas pembantuan dari kabupaten/kota
kepada daerah (inisiatif dari desa) yaitu sebagai berikut :
·
Kepada desa beserta perangkatnya
menginventarisasi kegiatan dan kewenangan kabupaten yang mungkin dapat
ditugaspembantuankan baik secara tetap maupun temporer;
·
Hasil inventarisasi dibahas melalui rapat
koordinasi di tingkat desa;
·
Hasil rapat koordinasi tersebut oleh kepala desa
diusulkan kepada bupati mengenai kemungkinan tugas pembantuan di bidang
tertentu;
·
Kepala desa selanjutnya menunggu kemungkinan adanya
tugas pembantuan dari bupati berdasarkan usulan dari desa.
2.4
pembiayaan tugas pembantuan
pada masa undang-undang nomor 22 tahun 1999, sudah ada undang-undang
nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah dan
pemerintah daerah. Pada undang-undang tersebut diatur mengenai pembiayaan tugas
pembantuan kebijakan yang diatur dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan
undang-undang nomor 25 tahun 1999 dilajutkan pada undang-undang nomor 32 tahun
2004 dan undang-undang nomor 33 tahun 2004.
Adapun sumber-sumber dana pembiayaan tugas pembantuan adalah sebagai
berikut :
1.
dana tugas pembantuan yang berasal dari
pemerintah
untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada
suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Penyelenggaraaan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di biayai dari
APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi
tanggungjawab pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang kan
oleh didekonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah
daerah dan/atau desa dalam rangka tugas pembantuan. Hal ini dimaksudkan agar
penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan daerah dapat dilakukan secara
efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
Dana penyelenggaraan tugas pembantuan yang berasal dari pemerintah kepada
kepala daerah dan desa dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja naegara
(APBN) yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
tugas pembantuan secara khusus diatur dalam pasal UU nmor 33 tahun 2004 yang
menyebutkan antara lain :
Ø
pendanaan dalam rangka tugas pembantuan
dilaksanakan setelah adanya penugasan pemerintah melalui kementrian
Negara/lembaga kepada kepala daerah.
Ø
Pelaksanaan tugas pembantuan didanai oleh
pemerintah.
Ø
Pendanaan oleh pemerintah disesuaikan dengan
penugasan yang diberikan.
Ø
Kegiatan tugas pembantuan di daerah dilaksanakan
oleh SKPD yang ditetarapkan oleh gubernur, bupati,atau walikota.
Ø
Kepada daerah memberitahukan rencana kerja dan
anggaran kementrian Negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan tugas
pembantuan kepada DPRD.
Ø
Rencana kerja dan anggaran diberitahukan kepada
DPRD pada saat pembahasan RAPBD.
Ø
Pendanaan dialokasikan untuk kegiatan yang
bersifat fisik.
Adapun penganggaran dan penyaluran
dana tugas pembantuan yang bersal dari pemerintah secara rinci dapat dijelaskan
sebaagai berikut :
1.
Dana tugas pembantuan merupakan bagian anggaran
kementrian Negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan
anggaran kementrian Negara/lembaga;
2.
Menteri/pimpinan lembaga pemrintah n0n
departemen (LPND) mengusulkan penganggaran pelaksanaan tugas pembantuan kepada
menteri keuangan c.q direktur jeneral anggaran dan kepala Bappenas;
3.
Berdasarkan usulan menteri/pimpinan LPND,
menteri keuangann c.q direktur jenderal anggaran dan kepala Bappenas menetapkan
alokasi anggaran tugas pembantuan;
4.
Berdasarkan rincian kegiatan tugas pembantuan
menteri keuangan c.q direktur jenderal anggaran bersama dengan
menteri/pimipinan LPND atau pejabat
Yang ditunjuk melaksanakan penilaian;
5.
Hasil penilaian rincian kegiatan tugas
pembantuan per proyek dituangkan dalam DIPA atau dokumen yang disamakan dan
berlaku sebagai dasar pelaksanaan kegiatan tugas pembantuan setelah mendapat
penetapan/pengesahan dari irektur jenderal anggaran;
6.
Perubahan pergeseran biaya atau kegiatan tugas
pembantuan dalam batas yang disediakan DIPA atau dokumen yang disamakan,
dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan APBN;
7.
Pemerintah daerah wajib memberitahukan adanya
tugas pembantuan kepada DRPD dan pemerintah desa wajib memberitahukannya kepada
badan perwakilan desa;
8.
Menteri/pimpinan LPDN menyampaikan surat
penugasan pembantuan kepada gubernur, bupati/walikota dan kepala desa tembusan
kepda menteri keuangan c.q direktur jenderal anggaran dan kepala bappeda;
9.
Surat penugasan tugas pembantuan dilampiri
dengan DIPA atau dokumen yang disamakan bersangkutan serta petunjuk opersional
mengenai cara-cara pelalksanaannya.
Pemberitahuan rencana kerja dan
anggaran kementrian Negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan tugas
pembantuan dimaksudkan untuk sinkronisasi antara kegiatan yang akan dibiayai
dari APBD dan kegiatan yang dibiayai dari APBN guna menghindari adanya dplikasi
pendanaan, sementara itu penyaluran dan tugas pembantuan yang telah mendapat
persetujan penerima tugas pembantuan yang telah mendapat persetujuan penerima tugas
pembantuan adalah sebagai berikut :
1.
Dana tugas pembantuan disalurkan melalui
rekening kas umum Negara.
2.
Pada setiap awal tahun anggaran kepala daerah
menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksana kegiatan tugas
pembantuan.
3.
Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas
pelaksanaan tugas pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.
4.
Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan
tugas pembantuan, saldo tersebut harus disetor ke rekening kas umum Negara.
5.
Dalam hal pelaksanaan tugas pembantuan
menghasilkan penerimaan maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang
harus disetor ke rekening kas umum Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Laporan pelaksanaan kegiatan tugas
pembantuan antara lain meliputi pertanggungjawaban pelaksanaan substantsi
kewenangan, biaya penyelenggaraan, keluaran, dan hasil pelaksanaan kewenangan
yang ditugaspembantuankan dengan ketentuan :
a.
Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan tugas
pembantuan dilakukan secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam
pelaksanaan dekonsentrasi dan desentralisasi.
b.
SKPD menyelenggarakan penatausahaan uang/barang
dalam rangka tugas pembantuan secara tertib sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
c.
SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan
tugas pemabantuan kepada gubernur, bupati, atau walikota.
d.
Kepala daerah menyampaikan laporan
pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan tugas pembantuan kepada menteri
Negara/pimpinan lembaga yang menugaskan.
e.
Menteri Negara/pimpinan lembaga menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan tugas pembantuan secara
nasional kepada presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f.
Semua barang yang diperoleh dari dana tugas
pembantuan menjadi barang milik Negara.
g.
Barang milik negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dihibahkan kepada daerah.
h.
Barang milik negara yang dihibahkan kepada
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola dan ditatausahakan oleh
daerah.
i.
Barang milik negara yang tidak dihibahkan kepada
daerah wajib dikellola dan ditatausahakan oleh kementrian negara/lembaga yang
memberikan tuugas pembantuan.
j.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penganggaran, penyaluran, pelaporan, pertanggungjawaban dan penghibahan barang
milik negara yang diperoleh atas pelaksanaan dana tugas pembantuan diatur
dengan peraturan pemerintah.
k.
Pengawasan dana tugas pembantuan dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
l.
Pemeriksaan dana tugas pembantuan dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan pengelolaan
dan tanggungjawab keuangan negara.
2.
Dana tugas pembantuan yan berasal dari
pemerintah daerah
Pembiayaan tugas pembantuann dari provinsi kepada kabupaten/kota dan desa
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah provinssi yang
dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat
daerah (RKA-SKPD) provinsi. Sedangkan pembiayaan tugas pembantuan yang berasal
dari kabupaten/kota kepada desa dibebankan pada anggaran pendapatan
kabupaten/kota yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran satuan
kerja perangkat daerah (RKA-SKPD) kabupaten/kota.
Tata cara pembiayaan penyelenggaraan tugas pembantuan dari provinsi
kepada kabupaaten, kota dan desa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah provinsi. Demikian pula tata
cara pembiayaan penyelenggaraan tugas pembantuan dari kabupaten/kota kepada
desa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur keuangan daerah kabupaten/kota.
Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh kabupaten, kota
dan desa dalam pelaksanaan tugas pembantuan dari provinsi diselenggarakan
secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan
desentralisasi di kabupaten/kota. Sementara itu, kegiatan pengelolaan keuangan
yang dilakukan olelh desa dalam pelaksanaan tugas pembantuan daari provinsi dan
kabupaten/kota diselenggarakan secarra terpisah dari kegiatan pengelolaan
keuangasn desa.
Pemisahan kegiatan pengelolaan keuangan tugas pembantuan dari pemerintah
provinsi dengan pengelolaaan keuangan pelaksanaan desentralisasi kabupaten/kota
dimaksudkan agar tiddak terjadi duplikasi laopran pengelolaan keuangan dan guna
mempermudah pertanggungjawabannya oleh pemberi atau penerima tugas pembantuan.
Apabila dalam penyelenggaraan tugas pembantuan dari pemerintah provinsi
kepada kabupaten, kota dan desa terdapat saldo kas, maka saldo tersebut harus
disetor ke kas daerah provinsi. Demikian pula jika penyelenggaraan tgas
pembantuan dari kabupaten/kota kepada desa terdapat saldo, maka saldo tersebut
juga harus disetorkan ke rekening kas daerah kabupaten/kot. Di sisi lai jika
dari penyelenggaraan tugas pembantuan menghasilkan penerimaan maka penerimaan tersebut
merupakan penerimaan APBD provinsi dan disetor ke rekening kas daerah provinsi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kondisi ini juga
berlaku kepada desa yang akan melaksanakan tugas pembantuan dari provinsi dan
kabupaten/kota yang menghasilkan penerimaan maka penerimaan tersebut merupakan
penerimaan APBD provinsi atau kabupaten, kota dan disetor ke rekening kas
daerah kabupaten/kota.
Penyaluran dana tugas pembantuan yang telah mendpat persetujuan penerima
tugas pembantuan adalah sebagai berikut :
1.
Dana tugas pembantuan disalurkan melalui
rekening kas daerah.
2.
Pada setiap awal tahun anggaran gubernur,
buapti/walikota menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksanaan
kegiatan tugas pembantuan dengan menyusun urusan yang akan ditugaspembantuankan
kedalam rencana kerwja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA-SKPD)
yang telah dikoordiansikan dengan peneirma tugas pembantuan bidang tertentu.
3.
Dalam hal terdapaat sisa anggaran lebih atas
pelaksanaan tugas pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBD.
4.
Dlam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan
tugas pembantuan saldo tersebut harus disetor ke rekeing kas daerah.
5.
Dlam hal pelaksanaan tugas pembantuan
menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBD
yang harus disetor ke rekening kas umum negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Laporan pelaksanaan kegiatan tugas
pembantuan mencakup antara lain pertanggungjawaban pelaksanaan substansi
kewenangan, biaya penyelenggaraan, keluaran, dan hasil pelaksanaan kewenangan
yang ditugaspembantuankan dengan ketentuan :
a.
Penatausahaaan keuangan dalam pelaksanaan tugas
pembantuan dilakukan secara terpisah dari penatausahan keuangan dalam
pelaksanaan desentralisasi.
b.
SKPD menyelenggarakan penatausahaan uang/barang
dalam rangka tugas pembantuan secara tertib sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. SKPD menyampaikan laopran pelaksanaan kegiatan tugas
pembantuan keapda buapti atau walikota.
c.
SKPD mnyampaikan laopran pelaksanaan kegiatan
tugas pembantuan kepada bupati atau walikota.
d.
Bupati/walikota menyampaikan laopran
pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan tugas pembantuan yang berasal
dari provinsi kepada gubernur.
e.
Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan tugas pembantuan secara
nasional kepada presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f.
Semua barang yang diperoleh dari dna tugas
pembantuan menjadi barang milik instansi yang menugaskan.
g.
Barang sebagaimana dimaksud di atas dapt
dihibahkan kepada daerah yang menerima tugas pembantuan.
h.
Barang yang dihibahkan kepada daerah yang
menerima tugas pembantuan dikelola dan ditatausahakan oleh pemerintah.
i.
Barang yang tidak dihibahkan kepada daerah wajib
dikeloa dan ditatausahakan oleh instansi yan memberikan penugasan.
j.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penganggaran, penyaluran pelaopran, pertanggungjawaban dan penghibahan barang
milik negara yang diperoleh atas pelaksanaan dana tugas pembantuan diatur dengan
peraturan pemerintah.
k.
Pengawasan dana tugas pembantuan dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
l.
Pemriksaan dana tugas pembantuan dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara.
Komentar
Posting Komentar