tugas individu : matkul perilaku organisasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Negara
Indonesia merupakan negara yang selalu berupaya dalam pembangunan baik itu yang
sifatnya pembangunan fisik maupun non-fisik, dalam arti lain pembangunan
non-fisik yaitu dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Dewasa sekarang ini, dunia kerja sangat membutuhkan orang yang
bisa berfikir untuk maju, cerdas, inovatif dan mampu berkarya dengan semangat
tinggi dalam menghadapi kemajuan jaman. Lebih daripada itu, dalam kondisi saat
ini peran dari sumber daya manusia sendiri yang mempunyai peran penting dalam suatu
lembaga, juga diprioritaskan pada aspek manajerial yang
matang dalam pengelolaan organisasi. Berbagai organisasi, lembaga dan instansi berupaya
dalam meningkatkan kinerja dari seluruh elemen yang
ada dalam organisasi masing-masing dengan tujuan mencapai kelangsungan hidup
organisasi.
Persaingan diberbagai sektor membuat proses pengelolaan, dan pemeliharaan manajemen organisasi semakin mendapatkan perhatian yang serius dari seluruh elemen yang ada dalam organisasi untuk menciptakan sebuah sistem manajerial yang tangguh dan mampu mengikuti perkembangan saat ini. Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para pegawai/karyawan pada sebuah lembaga/organisasi, tentunya berusaha bekerja dengan kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kepuasan kerja yang diinginkan. Semakin banyak aspek – aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan karyawan, semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. (Moh. As’ad, 1995 : 104). Salah satu contohnya yaitu Rasa aman akan suasana kerja yang mampu mendorong pegawai/karyawan untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan baik suasana aman sebelum kerja, saat kerja maupun setelah kerja. Kondisi kerja yang aman semacam ini, serta didukung rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerjasama dalam berbagai aktifitas merupakan keinginan dari setiap karyawan /pegawai di suatu instansi/organisasi. Dengan situasi semacam itu diharapkan para karyawan dapat bekerja secara maksimal dan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan orang/karyawan terhadap pekerjaannya. Pegawai/karyawan tidak hanya secara formalitas bekerja dikantor, tetapi harus mampu merasakan dan menikmati pekerjaannya, sehingga ia tidak akan merasa bosan dan lebih tekun dalam beraktifitas. Para karyawan akan lebih senang dalam bekerja apabila didukung oleh berbagai situasi yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan keterampilan dan semangat kerja para pegawai yang bekerja.
Di sisi lain, kebutuhan karyawan dalam memenuhi keinginannya semakin meningkat. Para karyawan bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang saat ini sangat begitu kompleks dari hal yang paling pokok/primer terutama masalah kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, istirahat kerja yang cukup, perlu mendapatkan skala prioritas utama dalam hal pemenuhannya. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para pegawai akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkannya yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Sehingga dengan seringnya para pegawai/karyawan termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, akan meningkatkan kualitas dan kepuasan kerja yag diinginkan, karena kuat lemahnya dorongan atau motivasi kerja seseorang akan menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. ( Moh.As’ad, 1995 : 45 ).
Persaingan diberbagai sektor membuat proses pengelolaan, dan pemeliharaan manajemen organisasi semakin mendapatkan perhatian yang serius dari seluruh elemen yang ada dalam organisasi untuk menciptakan sebuah sistem manajerial yang tangguh dan mampu mengikuti perkembangan saat ini. Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para pegawai/karyawan pada sebuah lembaga/organisasi, tentunya berusaha bekerja dengan kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kepuasan kerja yang diinginkan. Semakin banyak aspek – aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan karyawan, semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. (Moh. As’ad, 1995 : 104). Salah satu contohnya yaitu Rasa aman akan suasana kerja yang mampu mendorong pegawai/karyawan untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan baik suasana aman sebelum kerja, saat kerja maupun setelah kerja. Kondisi kerja yang aman semacam ini, serta didukung rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerjasama dalam berbagai aktifitas merupakan keinginan dari setiap karyawan /pegawai di suatu instansi/organisasi. Dengan situasi semacam itu diharapkan para karyawan dapat bekerja secara maksimal dan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan orang/karyawan terhadap pekerjaannya. Pegawai/karyawan tidak hanya secara formalitas bekerja dikantor, tetapi harus mampu merasakan dan menikmati pekerjaannya, sehingga ia tidak akan merasa bosan dan lebih tekun dalam beraktifitas. Para karyawan akan lebih senang dalam bekerja apabila didukung oleh berbagai situasi yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan keterampilan dan semangat kerja para pegawai yang bekerja.
Di sisi lain, kebutuhan karyawan dalam memenuhi keinginannya semakin meningkat. Para karyawan bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang saat ini sangat begitu kompleks dari hal yang paling pokok/primer terutama masalah kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, istirahat kerja yang cukup, perlu mendapatkan skala prioritas utama dalam hal pemenuhannya. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para pegawai akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkannya yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Sehingga dengan seringnya para pegawai/karyawan termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, akan meningkatkan kualitas dan kepuasan kerja yag diinginkan, karena kuat lemahnya dorongan atau motivasi kerja seseorang akan menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. ( Moh.As’ad, 1995 : 45 ).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian motivasi kerja dan bagaimana bentuk imbalan (upah) pegawai dalam
organisasi?
2. Bagaimana
factor kepuasan kerja yang ada di organisasi?
3. Bagaimana
keterkaitan motivasi kerja dan kepuasan kerja dalam organisasi?
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Motivasi
Motivasi
merupakan fungsi dari berbagai macam variabel yang saling mempengaruhi. Ia
merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri manusia atau suatu proses
psikologis. Pada dasarnya motivasi sesungguhnya merupakan proses psikologis dalam
mana terjadi interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, proses belajar, dan
pemecahan persoalan.
Menurut Martoyo (2007), motivasi kerja
adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja dengan kata lain
pendorong semangat kerja. Motivasi yang tinggi akan mendorong seseorang untuk
mencapai tujuannya namun apabila motivasi yang dimiliki rendah maka orang
tersebut kurang mampu untuk mencapai tujuannya.
Menurut
Denny (1992), pribadi yang menentukan motivasi kerja yang tinggi adalah pribadi
yang memperlihatkan karakteristik bersikap positif, memiliki dorongan untuk
mencapai tujuan, dan memiliki harapan untuk membuahkan hasil yang sebaik
mungkin.
2.2 teori motivasi
Ada
beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, hal ini dapat
dimengerti karena motivasi kerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
suatu organisasi. Oleh sebab itu, walaupun tidak bermaksud mengulangi lagi
beberapa teori yang sudah ada, dari segi perilaku organisasi rasanya perlu kita
bahas kembali beberapa teori motivasi.
Bila
kita teliti kembal teori-teori motivasi dapat dikelompokkan kedalam dua
kelompok. Yatu sebagai berikut :
1. Teori
motivasi instrumental
Teori
ini berpendapat bahwa harapan akan imbalan atau hukuman merupakan pendorong
bagi tindakan seseorang. Berikut ini adalah bagian-bagian dari teori
instrumental yaitu :
a. Teori tukar-menukar
Teori inii berasal dari
konsep Bernad dan Simon yang dalam literature ilmu administrasi dan manajemen
disebut model keseimbangan organisasi. (model of organizational equilibrium).
Menurut teori ini, dalam
setiap organisasi selaku terjadi proses tukar-menukar atau jual-beli antara
organsasi (pimpinan organisasi) dengan orang –orang yang bekerja di dalamnya.
Dalam proses tukar-menukar ini, setiap orang memberikan atau menyumbangkan
pengetahuannya kepada organisasi yang dia masuki. Sebaliknya, organisasi
memberikan imbalan atau menukarnya dengan gaji atau upah dan bentuk imbalan
lainnya. Pengetahuan dan keterampilan orang yang memasukinya, berikut
sumber-sumber lainnya diproses lebih lanjut oleh organisasi untuk menghasilkan
barang atau jasa. Hasil produksi organisasi, baik yang berupa barang atau jasa
kemudian dijual. Hasil penjualan merupakan pendapatan organisasi. Dari pendapat
inilah organisasi lalu membayar imbalan atas setiap kontribusi yang telah
diberikan para anggotanya.
Dengan demikian, terdapat hubungan langsung antara besarnya
sumbangan (pengetahuan dan keterampilan) seseorang dengan penghasilan (imbalan)
yang dterimanya. Seseorang akan memberikan sumbangannya selama ia merasakan
bahwa penghasilannya mempunyai nilai yang besar dari nilai sumbangannya.
Sebaliknya, organisasi akan memberikan imbalan dalam suatu nilai tertentu, karena
organisasi berpendapat bahwa imbalan tersebut mempunyai nilai yang lebih rendah
dari nilai sumbangan yang dberikan oleh seseorang. Dengan perkataan lain, dalam
setiap organisasi terdapat suatu keseimbangan atau suatu keadaan dalam mana
baik organisasi maupun para anggotanya sama-sama merasa untung. Seseorang dapat
saja meninggalkan organisasinya apabila merasa bahwa imbalan yang ia peroleh
dinilainya lebih rendah dari nilai sumbangannya. Sebaliknya, setiap organisasi
boleh saja mengurangi imbalan atau memberhentikan seseorang apabila organisasi
(pimpinannya) merasa bahwa sumbangan orang tersebut dinilai lebih rendah dari
imbalan yang telah diberikan.
Selanjutnya teori ini sama
sekali tidak mempersoalkan hubungan atau rasa ketertarikan seseorang terhadap
organisasi dan sebaliknya organisasi juga tidak perlu menuntut kesetiaan dari
para anggotanya. Prinsip dan teknik motivasi seluruhnya ditentukan oleh proses
atau perjanjuan tukar-menukar antara organisasi dengan mereka yang ingin
memasuki organisasi tersebut.
b. Teori
harapan
Secara sederhana, teori ini
mengatakan bahwa motivasi seseorang dalam organisasi bergantung pada
harapannya. Seseorang akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk untuk
berprestasi tinggi dalam organisasi kalau ia berkeyakinan bahwa dari
prestasinya itu ia dapat mengharapkan imbalan yang lebih besar. Seseorang yang tidak mempunyai harapan bahwa
prestasinya tidak akan dihargai lebih tinggi, tidak akan berusaha meningkatkan
prestasinya.
Untuk dapat lebih
memperjelas teori ini, diperlukan uraian lebih lanjut hal-hal yang berkaitan
dengan hasil tingkat pertama (first level
outcomes) hasil tngkat kedua (second
level outcomes), valensi (valence), dorongan
(force atau motivation) dan kemampuan (ability).
Sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut :
·
Hasil tingkat pertama adalah segala hasil
sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, seperti tingkat prestasi,
poduktivitas, turnover, dan absensisme.
·
Hasil tingkat kedua adalah segala sesuatu
akibat atau hasl dari hasil pertama, seperti penghasilan, promosi, dukungan
atau pujian atasan, penerimaan kelompok atau keuntungan lainnya.
·
Valensi adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan keinginan seseorang. Keinginan seseorang sudah pernah dibahas bahwa
setiap orang mempunyai keinginan atau preferensi atas hasil tindakan tertentu.
Konsespsi mengenai valensi ini berlaku, baik pada hasil tingkat pertama maupun
pada tingkat kedua.
·
Instrumentalitas . konsep ini berkaitan
dengan persepsi seseorang mengenai hubungan antara hubungan antara hasil dan
tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua. Dalam hal mempelajari motivasi
seseorang memasuki kelompok di atas kenyataan adanya peningkatan status
seseorang sesudah yang bersangkutan mengikuti kelompok tersebut, merupakan
implementasi konsep instrumental.
·
Harapan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
harapan adalah suatu keyakinan sementara seseorang bahwa suatu tindakan
tertentu akan diikuti oleh hasil atau tindakan berikutnya. Dalam konsep ini,
harapan tersebut dapat dinilai nol (harapan sama sekali tidak ada) tetapi dapat
pula dinilai satu, bila sangat dyakini bahwa hasilnya pasti positif ada.
·
Dorongan atau motivasi. Dalam konsepsi ini
dipersoalkan bahw tindakan seseorang ditentukan oleh dorongan yang paling kuat
dari dalam diri orang tersebut.
·
Kemampuan. Konsepsi ini berkaitan dengan
tingkat kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
tertentu. Hal ini berarti bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan selalu
masih tersedia suatu tingkat kemampuan yang belum dipergunakan oleh seseorang.
2. Teori
motivasi kebutuhan
Teori
ini menitikberatkan pembahasan pada pengenalan dorongan dari dalam atau
kebutuhan seseorang sebagai dasar melakukan motivasi. Kedalam kelompok ini
dapat disebutkan teori Maslow, Teori Dua Faktor dari Herzberg, dan teori
kebutuhan dari David McClelland.
Akan
tetapi pada penulisan ini akan dibahas mengenai teori dari Herzberg.
Teori
Herzberg :
Teori
ini berkembang berdasarkan hasil penelitian Frederick Herzberg cs pada The
Psychlogical Service Of Pittsburgh terhadap 20 Insinyur dan akuntan dari
sebelas perusahaan yang bergerak di bidang industry.
Dalam
penelitian tersebut, dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
bila mereka merasa tidak puas maka mereka selalu mengaitkannya dengan factor
lingkungan. Sebaliknya apabila mereka puas, hal tersebut selalu merekan
hubungkan dengan pekerjaan itu sendri. Selain itu, mereka juga menyimpulkan
bahwa factor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja tidak selalu menyebabkan
ketidakpuasan kerja bila segala factor tersebut tidak ada. Demikian pula
sebaliknya, hilangnya factor yang menyebabkan ketidakpuasan, tidak dapat secara
langsung akan menimbulkan kepuasan kerja. Atau secara sederhana dapat dikatakan
bahwa kepuasan kerja bukanlah lawan dari kepuasan kerja. Karena menurut
Herzberg dalam mempersoalkan motivasi pegawai, factor lingkungan dan pekerjaan
itu sendiri perlu mendapatkan perhatian.
Factor
lingkungan adalah keseluruhan factor yang kalau ada yang menyebabkan
ketidakpuasan, tetapi sebaliknya hilangnya factor yang menyebabkan timbulnya
kepuasan kerja. Kepuasan kerja ini tidak memberiikan motivasi, tetapi dapat
menimbulkan ketidakpuasan kerja. Factor ini tidak meningkatkan prestasi kerja
seseorang, tetapi dapat menurunkan prestasi kerja. Oleh sebab itu, factor ini
sering disebut juga factor pemeliharaan. Ke dalam factor kebijaksanaan
organisasi, supervise, hubungan dengan atasan dan rekan kerja serta lingkungan
pekerjaan.
Factor
lainnya yaitu pekerjaan itu sendiri. Factor ini tdak menimbulkan ketidakpuasan
bila ia tidak ada, kehadirannya dapat menimbulkan kepuasan kerja dan juga dapat
meningkatkan prestasi kerja para pegawai. Factor ini sering disebut dengan
factor pendorong atau factor pemuas. Ke dalam factor ini termasuk factor
pekerjaan itu sendiri, rekognisi, pengembangan, kemungkinan peningkatan dan
prestasi tidak dapat dipungkiri bahw teori Herzberg ini memberikan sumbangan
yang besar bagi pengembangan teori motivasi.
3. Teori
kebutuhan untuk berprestasi
Menurut
McClelland dalam diri manusia terdapat 3 (tiga) macam motif, yaitu :
a. Motif
berprestasi
Ini tercermin pada
orientasinya kepada tujuan dan pengabdian demi tercapainya tujuan dengan
sebaik-baiknya. Selanjutnya McClelland , seseorang yang mempunyai motivasi
berprestas tinggi sangat menyukai pekerjaan yang menantang keahliannya dan
kemampuannya memecahkan persoalan, ia tidak begitu percaya kepada nasib baik,
karena ia yakin bahwa segala sesuatu akan diperoleh melalui usaha., ia menyukai
tugas yang sulit tetapi cukup realistis. Ia percaya pada kemampuannya sendiri,
kalaupun ia memerlukan orang lain ia akan memilih orang atau sekelompok orang
atas dasar kemampuannya, bukan atas dasar kekerabatan, setia kawan dan lain
sebabagainya.
b. Motif
untuk berafiliasi.
Tercermin pada keinginannya
untuk menciptakan, memelihara, dan mengembangkan hubungan dan suasana kebatinan
dan perasaan yang saling menyenangkan antara sesame manusia. Buat seseorang yan
didominasi oleh motif untuk berafiliasi, disenangi oleh pimpinan dan rekan
sekerja merupakan factor pendorong utama. Ia tidak begitu mempersoalkan
prestasi seseorang dalam organisasi. McClelland mengatakan bahwa mereka yang
mempunyai motif untuk berafiliasi jarang menjadi manajer atau entrepreneur kalu
tinggi motivasinya untuk berprestasi.
c. Motivasi
berkuasa
Dalam hal ini, seseorang
merasa mendapat dorongan apabila ia mengawasi dan mempengaruhi tindakan orang
lain. Motivasi untuk berkuasa tidaklah perlu diartikan sama dengan keinginan
untuk menjadi penguasa yang totaliter ata kepemimpinan yang otokratis.
Untuk memahami motivasi
pegawai dalam penelitian ini digunakan komponen teori motivasi dua arah yang
dikemukakan oleh Herzberg. Adapun komponen tersebut yaitu terdapat pada
komponen Satisfiers (motivator factors), komponen ini meliputi :
1) Prestasi
2) Pengakuan
3) Penghargaan
4) Pekerjaan itu sendiri
5) Pengembangan potensi individu
(Hasibuan, 1996: 110).
2.3 Metode-Metode Motivasi
Terdapat
dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode langsung dan metode
tidak langsung, menurut Hasibuan (1996:100). Kedua metode motivasi tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Metode Langsung (Direct Motivation),
merupakan
motivasi materiil atau non materiil yang diberikan secara langsung kepada
seseorang untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasannya. Motivasi ini dapat
diwujudkan misalnya dengan memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam.
b.
Metode Tidak Langsung (Indirect
Motivation),
merupakan
motivasi yang berupa fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang
gairah kerja dan kelancaran tugas.
2.4 Kepuasan kerja
Salah satu sarana
penting pada manjemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi adalah
terciptanya kepuasan kerja para pegawai/ karyawan. Kepuasan kerja menurut
Susilo Martoyo (1992: 115), pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis
yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan merasa puas
dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan
yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan keadaan yang sifatnya subyektif
yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan
mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan yang
diharapkan diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas atau berhak
atasnya. Sementara setiap tenaga kerja/ pegawai secara subyektif menentukan
bagaimana pekerjaan itu memuaskan. Dalam tulisannya Jewell & Siegell (M.
Idrus, 2006: 96) mengungkap bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul
berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell
& Siegell bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya
dibandingkan yang tidak. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell,
mengingat kepuasan kerja adalah sikap, dan karenanya merupakan konstruksi
hipotesis sesuatu yang tidak dilihat, tetapi ada atau tidak adanya diyakini berkaitan
dengan pola perilaku tertentu.
Kepuasan
kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena
menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal, seperti
kognisi, emosi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tdak Nampak
secara nyata, tetapi dapat berwujud dalm suatu hasil pekerjaan. Oleh karena
itu, kepuasan kerja, walaupun sulit dan abstrak tetap perlu mendapatkan
perhatian. Berikut ini adalah beberapa diantara alasan tersebut adalah
a. Alasan
nilai
Para
pegawai menggunakan sebagian waktu bangunnya dalam pekerjaannya. Oleh sebab
itu, baik manager maupun bawahan, menginginkan agar waktu tersebut dapat
digunakan dengan penuh kesenangan, kegembiraan dan kebahagiaan.
b. Kesehatan
jiwa
Sudah
dikemukakan bahwa pekerjaan, khususnya dan organisasi merupakan factor yang
dapat menimbulkan tekanan psikologis. Juga sudah umum diketahui bahwa seorang
yang melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang tdak berharga atau sebaga
sesuatu yang tidak penting, cenderung membawanya ke lingkungan keluarganya dan
masyarakat disekitarnya.
c. Kesehatan
jasmaniah
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Palmore (1969) di AS membuktikan bahwa manusia
yang menyenangi pekerjaannya cenderung berumur lebih panjang dibandingkan
dengan yang menghadapi pekerjaan yang kurang mereka senangi.
Adapun
alasan lain yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja anatara lain
adalah :
a. Pekerjaan
yang sesuai dengan bakat dan keahlian
b. Pekerjaan
yang menyediakan perlengkapan yang cukup
c. Pekerjaan
yang menyediakan informasi yang cukup lengkap
d. Pimpinan
yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil dan tidak terlalu banyak
atau ketat melakukan pengawasan.
e. Pekerjaan
yang memberikan penghasilan yang cukup memadai
f. Pekerjaan
yang memberikan tantangan untuk lebih mengembangkan diri
g. Pekerjaan
yang memberikan rasa aman dan ketenangan
h. Harapan
yang dikandung pegawai itu sendiri.
Adapun Menurut Robbins (2008),
kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya.
Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja
merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsure pekerjaan yang dibedakan
dan dipisahkan satu sama lain (discrete job element). Howell dan Dipboye
(dalam Munandar, 2011), memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari
derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari
pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerjamen cerminkan sikap tenaga kerja
terhadap pekerjaannya.
Blum (dalam Jannah, 2007) menyatakan
bahwa aspek pengukuran kepuasan kerja dapat diketahui melalui :
a.
Pekerjaan itu sendiri, termasuk tugas – tugas yang diberikan, ekpresi kerja serta
hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
b.
Promosi, yang mempunyai hubungan erat dengan masalah kenaikan pangkat maupun
jabatan, kesempatan untuk maju, pengembangan karier dan prospek masa depan.
c.
Gaji dan jamina sosial, termasuk disini adalah gaji bersih yang diterima setiap
bulan dan jaminan social.
d.
Teman kerja, meliputi hubungan antara pegawai.
e. Pengawasan atau supervisi, termasuk
hubungan antara pegawai dan atasan, peraturan kerja, pengawasan kerja dan
kualitas kerja.
Merujuk kepada teori di atas, penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui adanya keterkaitan antara motivasi kerja dan
kepuasan kerja pegawai di organisasi Hubungan antara keduanya dapat digambarkan
sebagai dinamika psikologis pada bagian berikut.
Motivasi kerja merupakan suatu proses
yang merujuk kepada munculnya dorongan untuk melakukan aktivitas pekerjaan,
sedangkan kepuasan kerja merujuk kepada perasaan positif karena terpenuhinya
harapan atas aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Saat individu termotivasi dan
puas, maka individu akan berusaha untuk melakukan aktivitas pekerjaan yang
lebih baik lagi, bahkan pekerjaan yang bukan menjadi tugas utamanya.
Menurut Wulani (2005), motivasi kerja
begantung pada persepsi pekerja terhadap pengalaman pekerjaan mereka. Perilaku
akan muncul jika ada persepsi positif dan sikap kerja yang positif. Jika
karyawan dalam organisasi memiliki OCB, karyawan dapat mengendalikan
perilakunya sendiri dan karyawan tersebut akan berusaha untuk meningkatkan
potensi yang dimiliki untuk kemajuan perusahaan yang menaunginya.
Motivasi mendorong individu dengan
tindakan supaya dapat menguatkan karakternya. Individu akan mengejar
pekerjaannya dan memperlihatkan perilaku supaya memperoleh sambutan atau
dukungan sosial dan status.
Karyawan yang memiliki kepuasan kerja
yang tinggi akan memiliki sikap tenang dalam bekerja, mempunyai motivasi
berkerja yang tinggi dalam mengghadapi pekerjaan yang banyak dan memiliki
kondisi mental dan fisik yang menunjang dalam bekerja. Ia juga dapat bekerja
dengan tenang dan nyaman di tempat kerja, dan mampu beradaptasi dengan
lingkungan kerja serta mampu berkomunikasi dengan baik dengan rekan kerja
dengan baik dalam berbagai situasi. Hal ini karena ia memiliki kemampuan
bersosialisasi yang baik dan selalu bersikap positif dalam menghadapi
permasalahan dalam bekerja.
2.5
Teori – Teori Kepuasan Kerja
Menurut
Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), pada dasarnya teori – teori tentang
kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu:
a.
Discrepancy theory
Discrepancy
theory yang dipelopori oleh Porter menjelaskan bahwa kepuasan
kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih apa yang seharusnya diinginkan
dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke menerangkan bahwa kepuasan
kerja seseorang tergantung pada
perbedaan
antara apa yang diinginkan dengan apa yang menurut persepsinya telah diperoleh
melalui pekerjaannya. Orang akan puas apabila tidak ada perbedaan antara yang
diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan
maka orang akan
menjadi
lebih puas lagi walaupun terdapat “discrepancy”, tetapi merupakan discrepancy
positif. Sebaliknya, semakin jauh dari kenyataan yang dirasakan itu dibawah
standar minimum sehingga menjadi discrepancy negatif, maka makin besar
pula ketidakpuasan terhadap pekerjaannya.
b.
Equity theory
Equity
theory dikembangkan oleh Adams tahun 1963. Dalam equity theory,
kepuasan kerja seseorang tergantung apakah ia merasakan keadilan atau
tidak atas situasi. Perasaan keadilan atau ketidakadilan atas suatu
situasi diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain
yang
sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad,
1995: 105), teori elemen–elemen dari equity ada tiga yaitu :
1)
Input adalah sesuatu yangberharga yang dirasakan pegawai
sebagai
sumbangan
terhadappekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman
kerja,
dan kecakapan.
2)
Out Comes adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai
sebagai
hasil dari pekerjaannya, seperti gaji, status, simbol, dan
penghargaan.
3)
Comparation Person adalah dengan membandingkan input, out
comes terhadap orang lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan
bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Akan tetapi bila
perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan, akan
menimbulkan
ketidakpuasan. Kelemahan dari teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan kerja
seseorang juga ditentukan oleh individual differences (misalnya pada
waktu orang melamar kerja
apabila
ditanya tentang besarnya upah/ gaji yang diinginkan. Selain itu, menurut Locke
tidak liniernya hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat kepuasan
lebih banyak bertentangan dengan kenyataan (Moch. As’ad, 1995: 105).
C.
Two Factor Teory
Menurut
two factor theory, kepuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda,
artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu
variable kontinyu. Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers
atau motivator yang terdiri dari prestasi pengakuan, tanggungjawab. Kedua
yaitu kelompok sebagai sumber ketidakpuasan atau dissatisfiers yang
terdiri dari prosedur kerja, upah atau gaji, hubungan antar pegawai. Menurut
Herzberg, perbaikan terhadap kondisi dalam kelompok dissatisfiers ini
akan mengurangi ketidakpuasan, tetapi tidak akanmenimbulkan kepuasan kerja
karena bukan merupakan sumber kepuasan kerja. Sedangkan kelompok satisfiers merupakan
faktor yang menimbulkan kepuasan kerja.
2.6
Faktor – Faktor Timbulnya Kepuasan Kerja
Sebagian
besar orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan factor utama untuk dapat
menimbulkan kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu, hal ini memang bisa
diterima, terutama dalam negara yang sedang berkembang, dimana uang merupakan
kebutuhan yang sangat vital untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari.
Akan tetapi kalau masyarakat sudah bisa
memenuhi
kebutuhan keluarganya secara wajar, maka gaji atau upah ini tidak menjadi
faktor utama. Sesuai dengan tingkatan motivasi manusia yang dikemukakan oleh
Maslow, maka upah atau gaji merupakan kebutuhan dasar. Harold E. Burt (Moch.
As’ad, 1995: 112) mengemukakan pendapatnya tentang faktor – faktor yang dapat
menimbulkan kepuasan kerja antara lain:
a. Faktor hubungan antar
pegawai, antara lain hubungan antara pimpinan dengan pegawai, faktor fisik dan
kondisi kerja, hubungan sosial diantara pegawai, sugesti dari teman kerja,
emosi dan situasi kerja.
b. Faktor individual, antara
lain sikap kerja seseorang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja,
serta jenis kelamin pegawai.
c. Faktor – faktor dari luar
(ekstern) antara lain keadaan keluarga pegawai, rekreasi, pendidikan (training,
up grading dan lain – lain).
Sedangkan menurut pendapat
Gilmer (Moch. As’ad, 1995: 114) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja sebagai berikut :
a. Kesempatan untuk maju.
Dalam hal ini ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan
kerja selama bekerja.
b. Keamanan kerja.
Faktor ini sering disebut
sebagai penunjang kepuasan kerja, baik pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang
aman sangat mempengaruhi perasaan kerja pegawai selama bekerja.
c. Gaji
Gaji lebih banyak
menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang mengekspresikan kepuasan
kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Manajemen kerja.
Manajemen kerja yang baik
adalah yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga pegawai
dapat bekerja dengan nyaman.
e. Kondisi kerja.
Dalam hal ini adalah tempat
kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir.
f. Komunikasi.
Komunikasi yang lancar
antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam
hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami dan
mengakui pendapat atau prestasi pegawainya sangat berperan dalam menimbulkan
kepuasan kerja.
Menurut
pendapat Moch. As’ad (1995: 115), faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja antara lain :
a. Faktor psikologis,
merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat,
ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
b. Faktor fisik, merupakan
faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik
pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja,
sirkulasi udara, kesehatan pegawai.
c. Faktor finansial,
merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan pegawai,
yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial, besarnya tunjangan, fasilitas
yang diberikan, promosi dan lain-lain.
Menurut
Chruden & Sherman (Rita Johan, 2002: 8) faktor-faktor yang biasanya
digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah:
a. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual
dan sebagai kontrol
terhadap
pekerjaan
b. Supervisi
c. Organisasi dan manajemen
d. Kesempatan untuk maju
e. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya
seperti adanya insentif
f. Rekan kerja
g. Kondisi pekerjaan.
Kepuasan
kerja dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang
ditampilkan oleh tenaga kerja sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam
suatu organisasi/ institusi/ perusahaan mempunyai seperangkat keinginan,
kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu
harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja.
Kepuasan
kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan
kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Persepsi
pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja
melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan
kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi
kerja
pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja,
pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam
persepsi ini juga tercakup kesesuaian dengan antara kemampuan dan keinginan
pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis
pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif.
2.7 Komponen
Kepuasan Kerja
Ada
beberapa komponen kepuasan kerja menurut beberapa tokoh.
Komponen
tersebut antara lain :
a. Menurut Yudha (Agoes Dariyo, 2003: 76) kepuasan kerja
merupakan
kombinasi
dari beberapa komponen pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan Psikologi Sosial (The Social
Psychological Approach)
Berkaitan
dengan bagaimana persepsi individu terhadap pekerjaan itu sendiri. meliputi
minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
2) Pendekatan Ekonomi Neo -Klasik (Neo-Classical
Economic Approach)
Berhubungan
dengan berapa jumlah kompensasi yang diperoleh melalui pekerjaan tersebut guna
memenuhi kebutuhan hidupnya (termasuk keluarganya), seperti gaji, tunjangan,
fasilitas yang diberikan,promosi kesempatan untuk maju, dll.
3) Pendekatan Sosiologi (Sociological Approach)
Menekankan
bagaimana kondisi hubungan interpersonal dalam konteks lingkungan sosial.
Misalkan lebih pada aktualisasi diri, hubungan dengan sesama tenaga kerja,
hubungan bawahan denganpimpinannya.
b. Menurut Greenberg dan Baron (Agoes Dariyo, 2003: 76)
kepuasan kerja
meliputi
beberapa komponen, yaitu :
1) Komponen Evaluatif (Evaluative Component) adalah
dasar afeksi
(perasaan,
emosi) yang berfungsi untuk menilai suatu objek. Dalam komponen ini seperti
minat kerja, perasaan terhadap pekerjaannya, perasaan terhadap hasil kerja,
perasaan terhadap aturan/ kebijaksanaan, lingkungan kerja dan kepemimpinan.
2) Komponen Kognitif (Cognitive Component), yaitu
mengacu pada unsure kecerdasan (intelektual) untuk mengetahui suatu objek,
yakni sejauh mana individu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan objek yang dimaksud,
seperti anggapan seseorang tentang kesesuaian gaji dengan beban kerjanya,
kompensasi/ tunjangan di luar jam kerja, penghargaan yang sesuai dengan
prestasi kerja, pandangan terhadap aturan sekolah, sebagai contoh: seorang guru
berpendapat bahwa dirinya lebih pantas mendapatkan promosi daripada rekan
kerjanya yang menurutnya prestasi rekannya tidak lebih baik dari pada prestasi
dirinya.
3) Komponen Perilaku (Behavioral Component) adalah
bagaimana individu
menentukan
tindakan terhadap apa yang diketahui ataupun yang dirasakan. Sebagai contoh:
penyelesaian tugas kerja, keaktifan dan sikap dalam berkerja, loyalitas dalam
bekerja.
Robert
Kreitner dan Angelo Kinicki (2003: 271) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
suatu efektifitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.
Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal.
Seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dalam pekerjaanya dan tidak
puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lain. Lima model kepuasan kerja
yang menonjol akan menggolongkan penyebabnya. Lima model kepuasan kerja
tersebut diantaranya:
a.
Pemenuhan Kebutuhan. Kepuasan kerja ditentukan oleh karakteristik dari suatu
pekerjaan yang memungkinkan seorang individu untuk memenuhi
kebutuhannya.
b.
Ketidakcocokan. Kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Pada saat
harapan lebih besar dari output yang diterima maka karyawan akan merasakan
ketidakpuasan. Namun, apabila output yang diterima sama atau lebih besar
dari harapan maka karyawan akan merasa puas.
c. Pencapaian
Nilai. Kepuasan berasal dari persepsi yang menganggap bahwa suatu pekerjaan
memungkinkan untuk memenuhi nilai kerja yang penting dari seseorang. Oleh
karena itu, manajer dapat menciptakan nilai kerja bagi karyawan melalui strukturisasi
lingkungan kerja, penghargaan dan pengakuan yang berhubungan dengan nilai-nilai
karyawan.
d.
Persamaan. Model ini, kepuasan kerja dipandang sebagai fungsi dari bagaimana
seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja.
e.
Komponen watak/ genetik. Model kepuasaan ini berusaha menjelaskan secara khusus
bahwa model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan
sebagai fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya, model
ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya
dalam menjelaskan kepuasan kerja dengan
karakteristik
lingkungan.
Robbins
dan Judge (2008: 108) mengemukakan beberapa komponen yang merupakan faktor
penentu kepuasan kerja yang berdasarkan skala standar,yaitu :
1.
Pekerjaan itu Sendiri/ Sifat Pekerjaan
Tingkat
dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar
dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber
mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan
kepuasan kerja adalah
keragaman,
kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja,
kemajemukan, dan kreativitas.
2.
Gaji
Menurut
penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari
gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga
kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang
signifikan terhadap kepuasan
kerja.
3.
Kesempatan atau Promosi
Karyawan
memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja,
dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan.
4.
Supervisor
Kemampuan
supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan.
Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang positif memberikan
tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan.
5.
Rekan Kerja
Kebutuhan
dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya
rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja,
maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.
2.8
Definisi Upah atau Gaji
Rivai (2005 : 379) mengemukakan “gaji
adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan atau pegawai sebaga
konsekuensi dari statusnya sebagai seorang pegawai yang memberikan kontribusi
dalam mencapai tujuan organisasi. Atau dapat dikatakan sebagai bayaran tetap
yang diterima seseorang karena kedudukannya dalam organisasi. Dengan demikian,
gaji pegawai merupakan salah satu balas jasa yang diberikan kepada seorang
pegawai secara periodic.
Hal senada juga dikemukakan oleh
Hariandja (2002 : 245) bahwa :
“gaji adalah balas jasa dalam bentuk
uang, yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebaga
seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam kedudukannya disebuah
organisasi, dapat pula dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang
dari keanggotaannya dalam sebuah organisasi”.
Begitupun menurut pendapat Wungu dan
Brotoharsojo (2003 : 86) menyatakan bahwa “ gaji (salary) adalah komponen imbalan jasa atau penghasilan yang
pemberiiannya didasarkan kepada berat ringannya tugas jabatan yang diduduki
oleh pegawai. Dijelaskan sebagai berikut “gaji merupakan komponen penghasilan
utama yang langsung berkaitan dengan jabatan atau direct compensation dan dalam
penentuan berat ringannya tugas jabatan di lingkup organisasi dengan berdasarkan
kepada kajian mendalam melalui kegiatan penilaian jabatan .
Tingkatan gaji merupakan hal penting
karena dapat mempengaruhi kemampuan organisasi dalam memikat dan mempertahankan
pekerja (pegawai) yang kompeten dan memiliki posisi yang kompetitif di pasar
produk.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 keterkaitan
antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai di organisasi
Wulani (2005) menyatakan bahwa
motivasi kerja juga sangat bergantung pada persepsi pekerja terhadap pengalaman
pekerjaan mereka. Ketika motivasi ekstrinsik (misalnya gaji, posisi, kenyamanan
kerja, jaminan kerja) mereka tidak terpenuhi oleh organisasi, maka dapat muncul
persepsi negatif dan berkurangnya keyakinan pekerja terhadap hubungan
perjanjian kerja.
Berdasarkan hasil penulisan melalui
bukti empiric dapt disimpulkan bahwa adanya keterkaitan yang sangat signifikan
antara motvasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai. Ini terbukti dengan adanya penelitian
dengan memperoleh hasil yang baik terkait motivasi kerja dan kepuasan kerja
pegawai, sehingga dapat diaktakan bahwa
karyawan dapat mengendalikan
perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk
kepentingan organisasinya. Karyawan yang memiliki rasa tanggung jawab,
disiplin, memiliki dorongan untuk mencapai tujuan, karier dan masa depan,
memiliki harapan untuk membuahkan hasil yang sebaik mungkin.
Beberapa peneliti mengusulkan motivasi
individu secara signifikan berhubungan dengan perilakunya. Tang dan Ibrahim
(1998) melihat jika ada hubungan yang signifikan diantara kedua dalam ukuran
motivasi dan kepuasan kerja (dalam Barbuto dkk, 2001). Sedangkan Menurut
Hasibuan (1999) motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan
ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan bukan saja
mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting
mereka mau bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang
optimal.
Selanjutnya, Karyawan yang memiliki
kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap tenang dalam bekerja, mempunyai
motivasi berkerja yang tinggi dalam mengghadapi pekerjaan yang banyak dan
memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang dalam bekerja, ia juga dapat
bekerja dengan tenang dan nyaman di tempat kerja,ia juga mampu beradaptasi
dengan lingkungan kerja dan mampu bekomunikasi dengan baik dengan rekan kerja
dengan baik dalam berbagai situasi karena ia memiliki kemampuan bersosialisasi
yang baik dan selalu bersikap positif dalam menghadapi permasalahan dalam
bekerja.
Ketika kepuasan kerja tinggi secara
otomatis memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerjanya hal ini didukung
dengan hasil penelitian oleh Ghiselli dan Brown menyatakan bahwa kepuasan kerja
yang tinggi akan menimbulkan keinginan untuk saling membantu antara rekan
kerja. Ketika kepuasan kerja rendah otomatis karyawan kurang bisa maksimal
dalam bekerja karena tidak merasa nyaman di lingkungan kerja tersebut.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat pengaruh secara signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan
kerja pegawai yang dapat mempengaruhi laju perkembangan organisasi sedangkan
diluar motivasi kerja dan kepuasan kerja, seperti komitmen organisasi, persepsi
terhadap organisasi, kepribadian, badaya dan iklim organisasi, dukungan
organisasional, kohesivitas kelompok, dukungan dan perilaku kepemimpinan,
kualitas hubungan atasan dan bawahan.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam upaya meningkatkan kinerja
organiasi tentunya tidak terlepas dari beberapa factor yang mempengaruhinya
salah satu contonya seperti adanya factor motivasi kerja dan kepuasan kerja,
dimana keduanya saling memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dan
akan saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya, motivasi dalam arti
disini adalah dengan bentuk imbalan berupa upah atau gaji yang dibutuhkan oleh
pegawai dengan begitu diharapkan pegawai dapat serta merta bekerja dengan
maksimal sesuai dengan yang apa yang menjadi tujuan organisasinya.
Komentar
Posting Komentar